Selasa, 21 Oktober 2008

Skripsi Metode Trachtenberg

Oleh Muh Iqbal


BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Matematika merupakan pengetahuan terpenting untuk sains dan teknologi yang sangat perlu bagi pembangunan di bidang pendidikan. Dalam pendidikan, matematika merupakan pengetahuan dasar yang diperlukan oleh siswa untuk menunjang keberhasilan belajarnya dalam menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bahkan matematika diperlukan oleh semua orang dalam kehidupan sehari-hari.

Mengingat pentingnya matematika, maka sangat diharapkan siswa sekolah menengah untuk menguasai pelajaran matematika. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari siswa sekolah dasar, untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerja sama.

Mata pelajaran matematika adalah mata pelajaran yang menyenangkan. Jika siswa pandai dalam matematika berarti siswa-siswa sudah terlatih untuk teliti, bepikir kritis dan praktis. Namun sampai saat ini mata matematika masih menjadi momok bagi siswa, matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang paling tidak disukai, kurang menarik, sukar, membosankan dan menegangkan.

Matematika yang dipelajari selalu dimulai dengan dasar berhitung meliputi penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, pangkat dan akar. Menurut Saptorini dalam tulisannya yang berjudul Sebetulnya Matematika Itu Mudah mengatakan matematika mempunyai jenjang dan aturan pemahaman yang jelas. Misalnya siswa-siswa kelas V SD akan mengalami kesulitan mempelajari materi pelajaran di kelas V, jika materi pelajaran kelas I, II, III dan IV tidak dikuasai dengan baik. Sebagai contoh materi pelajaran perkalian dan pembagian pada kelas V SD tidak dapat dimengerti dengan baik bila siswa-siswa belum memahami materi penjumlahan dan pengurangan yang sudah diajarikan dikelas sebelumnya, karena perkalian itu merupakan penjumlahan yang berulang. Sehingga penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian serta dasar-dasar perhitungan yang lain harus dikuasai siswa dengan baik.

Berdasarkan hasil observasi pada siswa dan wawancara dengan guru kelas V SD Negeri 3 Baruga Kendari diperoleh informasi bahwa banyak siswa yang masih belum mampu menyelesaikan beberapa soal operasi perkalian yang diberikan oleh guru. Akan tetapi siswa-siswa tersebut mengetahui tentang konsep perkalian. Ternayata apa yang menyebabkan siswa tidak dapat menyelesaikan soal perkalian tersebut adalah siswa-siswa belum menguasai daftar perkalian dasar. Walaupun siswa-siswa mengetahui konsep perkalian tetapi tidak menguasai daftar perkalian dengan baik maka akan menjadi kendala dalam menyelesaikan soal-soal perkalian. Menyelesaikan soal-soal perkalian yang bergantung pada penguasaan daftar perkalian dasar merupakan metode konvensional.

Menurut Cutller (1995:1) mengemukakan cara baru untuk menyelesaikan atau mengerjakan soal perkalian tanpa menggunakan daftar perkalian yang dihafal dan dikuasai adalah dengan menggunakan metode trachtenberg. Metode ini ditemukan oleh seoranga ahli dalam matematika yaitu Jakow Trachtenberg yang kemudian diberi nama dengan namanya sendiri.

Metode cepat matematika dasar trachtenberg atau dikenal dengan metode trachtenberg, salah satu penggunaannya untuk menyelesaikan soal perkalian. Dalam penggunaannya siswa hanya perlu menghafal, mengetahui dan memahami kaidah-kaidah yang telah diciptakan oleh dan tidak perlu menggunakan daftar perkalian dasar (Cutller dkk,1995:vii).

Daftar perkalian dasar masih diperlukan dan tidak pernah dikatakan bahwa penggunaan daftar tidak boleh digunakan dalam penyelesaian soal-soal perkalian. Siswa-siswa mengenal baik daftar perkalian dan bahkan sangat baik dalam menggunakannya. Akan tetapi dengan metode trachtenberg, hasil penyelesaian soal-soal perkalian dasar dapat diperoleh tanpa menggunakan daftar perkalian dasar dan waktu yang dibutuhkan pun lebih cepat dibandingkan dengan penyelesaian soal-soal perkalian yang bergantung pada penguasaan daftar perkalian dasar. Ini sesuai dengan pendapat Cutller (1995:vii) mengatakan perhitungan matematika dengan mengunakan metode trachtenberg dapat diselesaiak dalam waktu 30% lebih cepat dibandungkan dengan menggunakan metode konvensioanl.

Oleh karena itu, peneliti mencoba menerapkan metode Trachtenberg di SD Negeri 3 Baruga Kendari untuk memudahkan siswa dalam menyelesaikan perkalian tanpa penguasaan daftar perkalian.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Metode Trachtenberg Dalam Membantu Memepermudah Penyelesaian Soal-Soal Perkalian Pada Siswa Kelas V SD Negeri 3 Baruga Kendari”.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

Berapa lama waktu yang digunakan siswa dalam menyelesaikan soal pada operasi perkalian dengan menggunakan metode konvensional?

Berapa lama waktu yang digunakan siswa dalam menyelesaikan soal pada operasi perkalian dengan menggunakan metode trachtenberg?

Berapa besar nilai yang diperoleh siswa dalam menyelesaikan soal operasi perkalian dengan menggunakan metode konvensional?

Berapa besar nilai yang diperoleh siswa dalam menyelesaikan soal operasi perkalian dengan menggunakan metode trachtenberg?

Apakah ada perbedaan yang signifikan waktu yang digunakan siswa dalam menyelesaikan soal operasi perkalian antara metode konvensional dengan metode trachtenberg?

Apakah ada perbedaan signifikan nilai yang diperoleh siswa dalam menyelesaikan soal operasi perkalian antara metode konvensional dengan metode trachtenberg?




Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah

Untuk mengetahui kecepatan waktu dalam menyelesaikan soal operasi perkalian dengan menggunakan metode konvensional

Untuk mengetahui kecepatan waktu dalam menyelesaikan soal operasi perkalian dengan menggunakan metode trachtenberg

Untuk mengetahui nilai yang diperoleh siswa dalam menyelesaikan soal operasi perkalian dengan menggunakan metode konvensional

Untuk mengetahui nilai yang diperoleh siswa dalam menyelesaikan soal operasi perkalian dengan menggunakan metode trachtenberg




Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

Bagi guru: sebagai bahan informasi tentang penggunaan metode Trachtenberg dalam mempermudah penyelesaian soal-soal perkalian

Bagi siswa: dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyelesaikan soal perkalian sehingga prestasi belajarnya dapat meningkat.

Bagi sekolah: dapat memberikan masukan positif dalam rangka perbaikan kualitas pembelajaran matematika pada khususnya




BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Kajian Teori

Prestasi Belajar Matematika

Belajar Matematika

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto,1988:2). Selanjutnya Slameto (1988:3-5) mengemukakan ciri-ciri perubahan tingkah laku dari suatu proses belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi secara sadar, perubahan yang bersifat kontinu dan fungsional, bukan bersifat sementara, perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah dan perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Croncbach dalam Djamarah dan Bahri (1999:67), mengatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang ditunjukan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Sedang Kingskey dalam Djamarah dan Bahri (1999:67) mengatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku diubah melalui praktek dan latihan.

Belajar sebagai suatu proses dimana menyebabkan perubahan-perubahan tingkahlaku berkat pengalaman dan latihan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli psikologi, sebagai berikut:

Hilgard dan Bower mengemukakan, belajar berhubungan dengan perubahan tingkahlaku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkahlaku itu dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon bawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang.

Morgan mengemukakan, belajar adalah setiap yang relatif menetap dalam tingkahlaku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

(Purwanto,2004:3)

Menurut Burton dalam Usman (2001:4) mengemukakan belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya. Seseorang yang telah mengalami proses belajar akan mengalami proses perubahan tingkah laku, baik dalam aspek pengetahuannya, keterampilannya maupun dalam sikapnya. Perubahan dalam aspek pengetahuannya ialah dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari bodoh menjadi pintar, dalam aspek keterampilan dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak terampil menjadi terampil, dalam aspek sikap ialah dari ragu-ragu menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan. Dengan kata lain tanpa adanya perubahan tingkah laku belajar dapat dikatakan tidak berhasil.

Matematika menurut riwayat dan perwujudannya adalah suatu pengetahuan. Hal ini ternyata dari asal-usul perkataan matematika itu sendiri. Istilah matematika berasal dari kata Latin mathematica yang semula mengambil pula dari kata Yunani mathematike yang artinya bertalian dengan pengetahuan. Kata Yunani itu mempunyai akar kata mathema yang berarti ilmu atau pengetahuan. Perkataan mathematike berhubungan pula sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serumpum yaitu manthanein yang artinya belajar. Jadi berdasarkan asal-usulnya kata matematika itu sendiri semula berarti pengetahuan yang diperoleh dari proses belajar (Gie, 1993: 5).

Dalam belajar matematika, perubahan tingkah laku diarahkan pada pemahaman konsep-konsep matematika yang akan mengantarkan individu kepada berpikir matematik berdasarkan aturan-aturan yang logis dan sistematis. Matematika tidak terlepas dari simbol-simbol dan konsep abstrak, memahami matematika pada umumnya memahami tanda-tanda atau simbol-simbol yang mengandung arti tertentu.

Materi pelajaran matematika disusun secara teratur dalam urutan yang logis (hirarkis), dalam arti bahwa suatu topik matematika akan merupakan prasyarat bagi topik berikutnya. Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang diketahui oleh orang itu. Oleh karena itu untuk mempelajari suatu topik matematika yang baru, pengalaman balajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar matematika dan juga belajar matematika yang terputus-putus. Ini berarti bahwa belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu sendiri dilakukan secara kontinu (Hudoyo 1990:4-5)

Dapat disimpulkan bahwa proses belajar matematika adalah suatu proses belajar dimana terjadi perubahan yang diarahkan pada pemahaman konsep, prinsip dan fakta matematika baik perubahan pengetahuan, keterampilan ataupun sikap.

Prestasi Belajar Matematika

Proses belajar yang dialami oleh siswa akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap. Adanya perubahan itu tampak dalam prestasi belajar.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2007:674) dikatakan bahwa prestasi adalah hasil yang dicapai setelah melakukan sesuatu. Sitanggang, dkk, (2003:600) mengatakan prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan atau dikerjakan dan prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh suatu mata pelajaran dan lazimnya ditunjukan dengan nilai atau angka yang diberikan oleh guru.

Menurut Sudijono (2003:434) prestasi adalah nilai-nilai hasil belajar yang pada dasarnya mencerminkan sampai sejauh mana tingkat keberhasilan yang telah dicapai oleh siswa dalam pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan bagi masing-masing mata pelajaran. Dalam Pelajaran matematika, prestasi belajar yang dimaksud adalah kemampuan siswa setelah dievaluasi sebagai perwujudan dari upaya yang dilakukan selama proses belajar mengajar.

Perubahan perilaku atau tingkah laku sebagai hasil dari belajar atau pembelajaran adalah perilaku secara keseluruhan yang mencakup aspek kognitif, afektif, konaktif dan psikomotorik. Beberapa pakar menyebutkan ada beberapa jenis tingkah laku sebagai hasil dari belajar. Menurut Linggren (1986) menyebutkan bahwa isi dari pembelajaran terdiri atas (1) kecakapan, (2) informasi, (3) pengertian dan (4) sikap. Benyamin Bloom (1956) menyebutkan ada tiga kawasan perilaku sebagai hasil belajar yaitu; (1) kognitif, (2) afektif, (3) psikomotor. Sedangkan R.M Gagne (1957) mengemukakan hasil belajar ialah berupa kecakapan manusiawi (human capabilities), yang meliputi: (1) informasi verbal, (2) kecakapan intelektual, yang terdiri dari (a) diskriminasi, (b) konsep kongkrit, (c) konsep abstrak, (d) aturan dan (e) aturan yang lebih tinggi; (3) strategi kognitif, (4) sikap dan (5) kecapakan motorik. (Surya,2004:16).

Dengan demikian bahwa prestasi belajar matematika adalah kemampuan siswa yang diperoleh dari proses belajar atau hasil dari pembelajaran yang diwujudkan dalam perubahan tingkah laku yang berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat diukur dengan menggunakan alat ukur tertentu dan ditunjukan dengan nilai atau angka.

Waktu Menyelesaiakan Tes

Tes

Menurut Thoha (2003:43), tes adalah alat pengukuran berupa pertanyaan, perintah dan petunjuk yang ditujukan kepada siswa untuk mendapatkan respon sesuai dengan petunjuk itu. Dan Sudijono (2003:67), tes adalah cara atau prosedur dalam rangka pengukuran dan penilaian dibidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas baik perintah atau petunjuk kepada siswa, sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi.

Sudijono (2003:68) mengatakan fungsi tes ada dua macam yaitu (1) sebagai alat pengukur terhadap peserta didik, dalam hubungan ini tes berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah menempuh proses belajar mengajar dalam waktu jangka tertentu, (2) sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program yang telah ditentukan telah dapat dicapai.

Teknik penilaian berbentuk tes digunakan untuk menilai kemampuan siswa yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, bakat khusus (bakat bahasa, bakat teknik) dan bakat umum (intelegensi). Bentuk-bentuk tes antara lain ialah tes hasil belajar seperti essay test, objektive test, true-false, multiple choice, matching dan complection. (Purwanto,2004:109).

Dengan demikian tes prestasi belajar matematika adalah sejumlah pertanyaan yang diberikan kepada teste atau siswa untuk mengukur hasil kemajuan belajar siswa terhadap suatu materi pelajaran matematika, yang dapat berbentuk soal objektif, benar salah, mencocokan, melengkapi dan essay.

Kecepatan Menyelesaikan Soal

Setiap siswa akan membutuhkan waktu yang berbeda-beda dalam menyelesaikan suatu soal yang diberikan oleh guru. Suatu soal akan dapat dijawab oleh seorang siswa dengan cepat dan mungkin pula akan diselesaikan oleh siswa yang lain dengan waktu yang lebih lama. Waktu yang dipergunakan untuk menyelesaikan suatu soal tidak mempunyai hubungan dengan taraf kesukaran soal. Siswa mungkin memerlukan waktu yang singkat untuk menjawab soal yang sukar namun jawabannya salah, sebaliknya siswa mungkin memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikan soal yang mudah dengan benar. Waktu yang diperlukan siswa untuk menyelesaikan soal dipengaruhi oleh proses-proses mental dan manual.

Barapa banyak soal yang harus dimasukan kedalam suatu tes, juga tergantung pada sejauh mana tes itu akan dimaksudkan untuk mengukur kecepatan (speed tes) atau kemampuan (power tes). Pada tes prestasi, pengukuran kecepatan tidak dianggap penting karena dalam hal perencanaan tes hendaklah direncanakan dengan benar. Dalam kebutuhan penelitian ini, peneliti akan menyediakan waktu yang cukup bagi siswa untuk menyelesaikan soal operasi perkalian.




Metode Menyelesaikan Soal-Soal Perkalian

Dalam menyelesaikan soal-soal perkalian terdapat beberapa metode atau cara yang dapat digunakan siswa, siswa harus cermat dan pandai dalam memilih metode atau cara dalam menyelesaikan soal-soal perkalian. Siswa harus mengetahui kelebihan dan kekurangan / kelemahan dari metode penyelesaian soal perkalian yang mereka ketahui. Dengan itu siswa akan dapat dengan tepat dan baik dalam menggunakannya.

Soal-soal perkalian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah soal-soal perkalian dengan angka dasar meliputi perkalian dengan 11, perkalian dengan 12, perkalian dengan 6, perkalian dengan 7, perkalian dengan 5, perkalian dengan 9 dan perkalian dengan 8. Dalam penelitian ini, metode atau cara yang dapat digunakan dalam menyelesaikan soal-soal perkalian adalah metode konvensional dan metode Trachtenberg.

Metode Konvensional

Metode dalam penyelesaian soal perkalian yang sering digunakan guru adalah cara memperolah hasil penyelesaian soal perkalian yang tergantung pada penguasaan daftar perkalian. Dalam proses belajarnya siswa hanya diminta atau disuruh untuk menghafal dan menguasai daftar perkalian yaitu perkalian dasar dari perkalian 1 sampai dengan perkalian 10. Metode atau cara ini dapat dikatakan metode konvensional karena dalam prosesnya hanya menekankan pada tuntutan kurikulum dengan tidak menumbuhkembangkan aspek kemampuan siswa. Dalam proses belajar, guru tidak memberikan bimbingan secara individu bagi siswa yang mengalami kesulitan menyelesaikan soal, karena guru sudah berpikir bahwa siswa sudah menghafal dan menguasai daftar perkalian dasar.

Maka yang dimaksud metode konvensional dalam penyelesaian soal perkalian adalah cara penyelesaian soal perkalian yang bergantung pada penguasaan daftar perkalian dasar.

Metode Trachtenberg

Metode cepat matematika dasar Trachtenberg ini sering disebut dengan stenogarfi matematika. Metode ini hanya memerlukan kemampuan berhitung dari satu sampai 11, meniadakan perkalian panjang seperti yang kita kenal dan menghilangkan daftar perkalian. Berdasarkan jumlah kunci yang sederhana, metode ini mudah dikuasai dan membawa keuntungan berupa kecepatan lebih besar, kemudian dalam menangani bilangan dan kecepatan yang makin meningkat.

Perhitungan matematika dengan metode ini dapat di selesaikan dalam waktu 30% lebih cepat dibandingkan dengan perhitungan matematika dengan menggunakan metode konvensional. (Cutller, dkk.,1995:vii)

Metode matematika ciptaan Trachtenberg ini tidak hanya cepat tetapi juga sederhana. Bila kaidah-kaidahnya sudah dikuasai, perhitungan dapat dikerjakan dengan sangat cepat sama mudahnya dengan membaca cerita. Penerapan metode trachtenberg dalam menyelesaikan perkalian berbeda dengan metode konvensional. Metode Trachtenberg ini hanya membutuhkan kaidah-kaidah tertentu tanpa memerlukan daftar perkalian. Metodenya berdasarkan pada sederetan kunci yang harus dihafal. Tetapi bila kunci-kunci itu sudah dikuasai maka matematika menjadi mudah dan menyenangkan.

Perkalian dengan sebelas

Kaidahnya

Angka terakhir dari bilangan yang dikalikan ditulis sebagai angka paling kanan dari jawabannya

Tiap angkanya selanjutnya ditambahkan pada angka disebelah kanan itu

Angka pertama bilangan yang dikalikan menjadi angka paling kiri pada jawabannya

Dalam sistem ini, jawaban dituliskan angka demi angka dari kanan ke kiri

Contoh: 633 X 11 =


Untuk Lebih Jelasnya Silahkan
download

1 komentar:

  1. Ma kasih bgt skripsinya, bisa jd referensi nih. tp maaf mas, pas download ko ga bsa dbuka yh, filenya corrupt mas. mohon dikoreksi lg krn sya mo download full. Thanks

    BalasHapus