Selasa, 21 Oktober 2008

Skripsi kooperatif tipe NHT








Oleh NIDIA SAHARA



BAB I



PENDAHULUAN






A. Latar Belakang



Pendidikan merupakan media yang sangat berperan untuk menciptakan
manusia yang berkualitas dan berpotensi dalam arti yang
seluas-luasnya, melalui pendidikan akan terjadi proses pendewasaan
diri sehingga di dalam proses pengambilan keputusan terhadap suatu
masalah yang dihadapi selalu disertai dengan rasa tanggung jawab yang
besar.



Mengingat peran pendidikan tersebut maka sudah seyogyanya aspek ini
menjadi perhatian pemerintah dalam rangka meningkatkan sumber daya
masyarakat Indonesia yang berkualitas. Matematika sebagai salah satu
mata pelajaran di sekolah dinilai cukup memegang peranan penting
dalam membentuk siswa menjadi berkualitas, karena matematika
merupakan suatu sarana berpikir untuk mengkaji sesuatu secara logis
dan sistematis. Karena itu, maka perlu adanya peningkatan mutu
pendidikan matematika. Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah
peningkatan prestasi belajar matematika siswa di sekolah.




1


Dalam pembelajaran di sekolah, matematika merupakan salah satu
mata pelajaran yang masih dianggap sulit dipahami oleh siswa. Oleh
karena itu dalam proses pembelajaran matematika diperlukan suatu
metode mengajar yang bervariasi. Artinya dalam penggunaan metode
mengajar tidak harus sama untuk semua pokok bahasan, sebab dapat
terjadi bahwa suatu metode mengajar tertentu cocok untuk satu pokok
bahasan tetapi tidak untuk pokok bahasan yang lain. Kenyataan yang
terjadi adalah penguasaan siswa terhadap materi matematika masih
tergolong rendah jika dibanding dengan mata pelajaran lain. Kondisi
seperti ini terjadi pula pada SMP Negeri 1 Batuatas. Berdasarkan
hasil wawancara peneliti dengan guru matematika yang mengajar di
kelas VIII bahwa penguasaan materi matematika oleh siswa masih
tergolong rendah. Salah satu materi matematika yang penguasaan siswa
rendah adalah pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua peubah,
di mana pada materi tersebut banyak siswa yang belum bisa menentukan
cara yang mudah dalam menyelesaikan suatu sistem persamaan linear dua
peubah dari beberapa cara yang ada, siswa juga kurang bisa menyatakan
suatu bentuk model matematika dari soal cerita yang berkaitan dengan
sistem persamaan linear dua peubah. Hal ini dapat
dilihat dari rata-rata hasil belajar matematika siswa pada semester I
tahun 2004/2005 sebesar 5,0 dan pada semester II tahun 2005/2006
sebesar 4,76. Rendahnya hasil belajar matematika siswa dipengaruhi
oleh berbagai faktor, di antaranya adalah model pembelajaran yang
digunakan oleh guru. Hasil observasi awal yang dilakukan oleh
peneliti pada SMP Negeri 1 Batuatas menunjukan bahwa pembelajaran
matematika di sekolah tersebut masih menggunakan model pembelajaran
konvesional yakni suatu model pembelajaran yang banyak didominasi
oleh guru, sementara siswa duduk secara pasif menerima informasi
pengetahuan dan keterampilan. Hal ini diduga merupakan salah satu
penyebab terhambatnya kreativitas dan kemandirian siswa sehingga
menurunkan prestasi belajar matematika siswa.



Melihat fenomena tersebut, maka perlu diterapkan
suatu sistem pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif
dalam kegiatan belajar mengajar, guna meningkatkan prestasi belajar
matematika disetiap jenjang pendidikan. Salah satu model pembelajaran
yang melibatkan peran siswa secara aktif adalah model pembelajaran
kooperatif. Model pembelajaran kooperatif sangat cocok diterapkan
pada pembelajaran matematika karena dalam mempelajari matematika
tidak cukup hanya mengetahui dan menghafal konsep-konsep matematika
tetapi juga dibutuhkan suatu pemahaman serta kemampuan menyelesaikan
persoalan matematika dengan baik dan benar. Melalui model
pembelajaran ini siswa dapat mengemukakan pemikirannya, saling
bertukar pendapat, saling bekerja sama jika ada teman dalam
kelompoknya yang mengalami kesulitan. Hal ini dapat meningkatkan
motivasi siswa untuk mengkaji dan menguasai materi pelajaran
matematika sehingga nantinya akan meningkatkan prestasi belajar
matematika siswa. Model pembelajaran kooperatif terdiri dari empat
pendekatan yaitu: STAD (Student Teams Achievement Division),
Jigsaw, IK (Investigasi Kelompok), dan pendekatan struktural.
Pendekatan struktural terdiri dari dua tipe yaitu tipe Think
Pair Share
dan tipe Numbered Heads Together (NHT). Melihat
penguasaan siswa terhadap materi matematika khususnya pokok bahasan
sistem persamaan linear dua peubah, maka dalam penelitian ini model
pembelajaran yang dipilih adalah model pembelajaran kooperatif tipe
NHT (Numbered Heads Together), karena pada model ini siswa
menempati posisi sangat dominan dalam proses pembelajaran dan
terjadinya kerja sama dalam kelompok dengan ciri utamanya adanya
penomoran sehingga semua siswa berusaha untuk memahami setiap materi
yang diajarkan dan bertanggung jawab atas nomor anggotanya
masing-masing. Dengan pemilihan model ini, diharapkan pembelajaran
yang terjadi dapat lebih bermakna dan memberi kesan yang kuat kepada
siswa.



Berdasarkan pemikiran di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan suatu penelitian yang berjudul :“Meningkatkan
prestasi belajar matematika siswa kelas VIII1 SMP Negeri 1
Batuatas pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua peubah
melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT”.







B. Rumusan Masalah











Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini
permasalahan yang dikemukakan adalah:Apakah dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT prestasi belajar matematika siswa
pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua peubah di kelas VIII1
SMP Negeri 1 Batuatas dapat ditingkatkan?.







C. Tujuan Penelitian







Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran di
kelas dan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas
VIII1 SMP Negeri 1 Batuatas khususnya pada pokok bahasan
Sistem Persamaan Linear Dua Peubah.































D. Manfaat Penelitian



Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat :




  1. Bagi guru, dapat meningkatkan dan memperbaiki sistem pembelajaran di
    kelas.



  2. Bagi siswa, dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa
    khususnya pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua peubah.



  3. Bagi sekolah, dapat memberikan sumbangan yang baik pada sekolah
    dalam rangka memberikan pembelajaran matematika pada khususnya.







BAB II



TINJAUAN PUSTAKA







A. Kajian Pustaka







1. Proses Belajar Mengajar Matematika di Sekolah







Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada diri
individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan
lingkungannya (Usman, 1995: 5). Belajar sebagai
suatu proses, ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.
Winkel (1986: 36) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas
mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungannya, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu
bersikap secara relatif, konstan dan berbekas.




6


Belajar adalah kegiatan yang dilakukan untuk menguasai
pengetahuan, kebiasaan, kemampuan, keterampilan dan sikap melalui
hubungan timbal balik antara proses belajar dengan lingkungannya.
Selanjutnya Soejanto (1997: 21) menyatakan bahwa belajar adalah
segenap rangkaian aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh
seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan
pengetahuan yang menyangkut banyak aspek, baik karena kematangan
maupun karena latihan. Perubahan ini memang
dapat diamati dan berlaku dalam waktu relatif lama. Perubahan yang
relatif lama tersebut disertai dengan berbagai usaha, sehingga Hudoyo
(1990: 13) mengatakan bahwa belajar itu merupakan suatu usaha yang
berupa kegiatan hingga terjadinya perubahan tingkah laku yang relatif
lama atau tetap.



Dari beberapa pendapat para ahli pada intinya belajar merupakan
suatu proses untuk mencapai suatu tujuan yaitu perubahan kearah yang
lebih baik. Perubahan tersebut adalah perubahan pengetahuan,
pemahaman, keterampilan dan sikap yang bersifat menetap.



Pengertian mengajar adalah penyerahan kebudayaan
berupa pengalaman-pengalaman kecakapan kepada anak didik atau usaha
mewariskan nilai-nilai kebudayaan kepada generasi muda/penerus,
sejalan dengan pendapat De Quelyu dan Gazali dalam Abdurrahman(1990:
73) mengatakan bahwa belajar adalah menanamkan pengetahuan pada
seseorang dengan cara paling singkat dan tepat .



Usman (1995: 6) menyatakan mengajar merupakan
suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab yang cukup berat,
karena berhasilnya pendidikan pada siswa sangat bergantung pada
pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya.



Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam
kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar
merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya
dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses
belajar (Usman, 1995: 6). Sejalan dengan itu, Hamalik (2001: 8)
menyatakan bahwa mengajar adalah usaha guru untuk mengorganisasi
lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa.
Pengertian ini mengandung makna bahwa guru dituntut untuk dapat
berperan sebagai organisator kegiatan belajar siswa dan juga
hendaknya mampu memanfaatkan lingkungan, baik yang ada di kelas
maupun yang ada di luar kelas yang menunjang kegiatan belajar
mengajar.



Menurut Tabrani (1989: 27) bahwa mengajar bukan
upaya guru menyampaikan bahan pelajaran, melainkan bagaimana siswa
dapat mempelajari bahan pelajaran sesuai tujuan.



Dari pengertian belajar dan mengajar yang telah
dikemukakan oleh para ahli, dapatlah dikatakan bahwa proses belajar
adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan
siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi
edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan
timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi
berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi dalam peristiwa
belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar
hubungan antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif.
Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran,
melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang
belajar.



Dalam proses belajar mengajar, keberhasilan guru
dalam pengajaran ditentukan oleh prestasi atau hasil belajar yang
dicapai oleh siswa. Oleh karena itu, pendidikan mempunyai peranan
penting dan diharapkan dapat membimbing siswa agar mereka menguasai
ilmu dan keterampilan yang berguna serta memiliki sifat positif.







Dalam mengajar matematika perubahan tingkah laku diarahkan pada
pemahaman konsep-konsep matematika yang akan mengarahkan individu
kepada berpikir matematis berdasarkan aturan-aturan yang logis dan
sistematis.



Materi matematika disusun secara teratur dalam
urutan yang logis dan hirarkis, artinya topik matematika yang telah
diajarkan merupakan prasyarat untuk topik berikutnya. Seseorang akan
lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa
yang telah diketahui oleh orang itu. Karena itu untuk mempelajari
suatu topik matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari
seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar matematika
tersebut. Hudoyo (1988: 4) menyatakan bahwa belajar matematika yang
terputus-putus akan mengganggu terjadinya proses belajar. Ini berarti
bahwa belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu
sendiri dilakukan secara kontinu. Sehubungan dengan itu, maka dalam
mengajar guru hendaknya dapat memberikan pengetahuan prasyarat
sebagai dasar untuk mempelajari topik matematika yang diajarkan agar
dalam menyelesaikan soal-soal matematika tidak terlalu banyak
mengalami kesulitan.



Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa proses
belajar mengajar matematika adalah proses belajar mengajar yang
melibatkan guru dan siswa secara simultan, di mana perubahan tingkah
laku siswa diarahkan pada pemahaman konsep-konsep matematika yang
akan mengantarkan siswa pada berpikir matematis berdasarkan
aturan-aturan yang logis dan sistematis, sedangkan guru dalam
mengajar hendaknya dapat memilih topik-topik matematika sesuai dengan
urutan logis.







2. Prestasi Belajar Matematika







Poerwadarminta (1974: 769) mendefinisikan bahwa
prestasi merupakan hasil yang telah dicapai oleh seseorang dalam
suatu usaha yang dilakukan atau dikerjakan. Defenisi di atas sejalan
dengan pendapat Winkel (1986: 102) yang menyatakan bahwa prestasi
adalah bukti usaha yang dicapai.



Istilah prestasi selalu digunakan dalam
mengetahui keberhasilan belajar siswa di sekolah. Prestasi belajar
adalah suatu nilai yang menunjukan hasil yang tertinggi dalam belajar
yang dicapai menurut kemampuan siswa dalam mengerjakan sesuatu pada
saat tertentu. Selanjutnya Soejanto (1979: 12) menyatakan bahwa
prestasi belajar dapat pula dipandang sebagai pencerminan dari
pembelajaran yang ditunjukan oleh siswa melalui perubahan-perubahan
dalam bidang pengetahuan/pemahaman, keterampilan, analisis, sintesis,
evaluasi serta nilai dan sikap.



Prestasi belajar siswa ditentukan oleh dua faktor
yaitu intern dan ekstren. Faktor intern merupakan faktor-faktor yang
berasal atau bersumber dari siswa itu sendiri, sedangkan faktor
ekstern merupakan faktor yang berasal atau bersumber dari luar
peserta didik. Faktor intern meliputi prasyarat belajar, yakni
pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa sebelum mengikuti
pelajaran berikutnya, keterampilan belajar yang dimiliki oleh siswa
yang meliputi cara-cara yang berkaitan dengan mengikuti mata
pelajaran, mengerjakan tugas, membaca buku, belajar kelompok
mempersiapkan ujian, menindaklanjuti hasil ujian dan mencari sumber
belajar, kondisi pribadi siswa yang meliputi kesehatan, kecerdasan,
sikap, cita-cita, dan hubungannya dengan orang lain. Faktor ekstern
antara lain meliputi proses belajar mengajar, sarana belajar yang
dimiliki, lingkungan belajar, dan kondisi sosial ekonomi keluarga
(Usman, 1995: 12).



Berdasarkan pengertian prestasi yang dikemukakan
para ahli, maka dapat dikatakan bahwa prestasi belajar matematika
adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti proses
belajar mengajar matematika sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
Prestasi yang dicapai oleh siswa merupakan gambaran hasil belajar
siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dan merupakan
interaksi antara beberapa faktor.







3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT







Pembelajaran kooperatif merupakan strategi
pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam
kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke
dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi
pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok
kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat
terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam
kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas
pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran
serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.



Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah
satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur
khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan
memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini
dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan
para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran
dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam
pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :



1. Hasil belajar akademik stuktural



Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas
akademik.



2. Pengakuan adanya keragaman



Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai
berbagai latar belakang.



3. Pengembangan keterampilan sosial



Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan
yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai
pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam
kelompok dan sebagainya.



Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen
(1993) dengan tiga langkah yaitu :




  1. Pembentukan kelompok



  2. Diskusi masalah



  3. Tukar jawaban antar kelompok.




Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan menjadi enam langkah
sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini. Enam langkah
tersebut adalah sebagai berikut :



Langkah 1. Persiapan



Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat
Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai
dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.



Langkah 2. Pembentukan kelompok



Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa
kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor
kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda.
Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar
belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar.
Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal
(pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.



Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan



Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket
atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau
masalah yang diberikan oleh guru.



Langkah 4. Diskusi masalah



Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai
bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa
berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang
mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau
pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat
bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.



Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban



Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap
kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan
jawaban kepada siswa di kelas.



Langkah 6. Memberi kesimpulan



Guru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan
yang berhubungan dengan materi yang disajikan.



Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT
terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Linda
Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :




  1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi



  2. Memperbaiki kehadiran



  3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar



  4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil



  5. Konflik antara pribadi berkurang



  6. Pemahaman yang lebih mendalam



  7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi



  8. Hasil belajar lebih tinggi.




B. Kerangka Berpikir







Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran
matematika, guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang optimal
dengan menerapkan berbagai model pembelajaran.



Dalam pembelajaran matematika, salah satu hal yang harus
diperhatikan oleh guru dalam mengajarkan suatu pokok bahasan adalah
pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang
diajarkan, karena melihat kondisi siswa yang mempunyai karakteristik
yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dalam menerima materi
pelajaran yang disajikan guru di kelas, ada siswa yang mempunyai daya
serap cepat dan ada pula siswa yang mempunyai daya tanggap yang lama.



Menyikapi kenyataan ini, penulis menilai perlu digunakan model
pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT, yaitu membagi siswa dalam
beberapa kelompok yang terdiri dari 5 orang siswa dan setiap kelompok
mempunyai tingkat kemampuan yang beragam, ada yang pintar, sedang,
dan ada pula yang tingkat kemampuannya kurang. Kemudian setiap
anggota kelompok diberikan tanggung jawab untuk memecahkan masalah
atau soal dalam kelompoknya dan diberikan kebebasan mengeluarkan
pendapat tanpa merasa takut salah. Oleh karena itu tidak tampak lagi
mana siswa yang unggul karena semuanya berbaur dalam satu kelompok
dan sama-sama bertanggung jawab terhadap kelompoknya tersebut. Dengan
demikian, untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas
VIII1 SMP Negeri 1 Batuatas khususnya pada pokok bahasan
sistem persamaan linear dua peubah, guru perlu menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam mengajarkan pokok bahasan
tersebut karena daya serap siswa dalam menerima materi pada pokok
bahasan sistem persamaan linear dua peubah tidak sama dan diharapkan
dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT setiap siswa akan
mempunyai tingkat kemampuan yang relatif sama terhadap materi sistem
persamaan linear dua peubah dan pada akhirnya prestasi belajar siswa
akan lebih baik.







E. Hasil Penelitian yang Relevan







Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah hasil
penelitian yang dilakukan oleh Wa Sinar (2003) yang menyimpulkan
bahwa melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat
meningkatkan pemahaman siswa dalam belajar matematika. Syamsidar
(2004) menyimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT kemampuan siswa kelas I3 semester I
SLTP Negeri 2 Raha dalam memahami konsep operasi hitung pada bilangan
bulat dapat ditingkatkan.











F. Hipotesis Tindakan







Berdasarkan kajian teori, maka hipotesis tindakan penelitian ini
adalah:



“Dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) prestasi belajar
matematika siswa pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua
peubah siswa kelas VIII1 SMP Negeri 1 Batuatas dapat
ditingkatkan”.



BAB III







METODE PENELITIAN






A. Jenis Penelitian







Penelitian ini termasuk jenis penelitian tindakan
kelas (PTK), dengan ciri utamanya adalah adanya tindakan yang
berulang dan metode utamanya adalah refleksi diri yang bertujuan
untuk memperbaiki pembelajaran.







B. Tempat dan Waktu Penelitian



Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1
Batuatas Kabupaten Buton. Waktu penelitian
ini dilaksanakan pada tanggal 5 Desember 2005 sampai tanggal 13
Desember tahun 2006.







C. Subjek Penelitian



Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas
VIII1 SMP Negeri 1 Batuatas yang berjumlah 35 orang yang
terdiri dari 14 orang laki-laki dan 21 orang perempuan, dengan
kemampuan yang heterogen.







D. Instrumen Penelitian



Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :



a. Lembar observasi, untuk memperoleh data tentang kondisi
pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT di kelas.



b

17


. Tes hasil belajar, untuk memperoleh data tentang prestasi
belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT.



c. Jurnal refleksi diri, untuk memperoleh data tentang refleksi
diri.







E. Faktor yang Diselidiki



Untuk lebih memudahkan dalam pemecahan masalah, ada beberapa faktor
yang diselidiki :




  1. Faktor siswa, melihat atau memperhatikan
    keaktivan dan kemampuan siswa dalam belajar.



  2. Faktor guru, melihat atau memperhatikan guru
    dalam menyajikan materi pelajaran secara tekhnik yang digunakan
    dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan
    benar.



  3. Faktor sumber pelajaran, melihat sumber atau
    bahan pelajaran yang digunakan apakah dapat mendukung pelaksanaan
    model pembelajaran yang diterapkan dan sesuai dengan tujuan yang
    hendak dicapai.








F. Defenisi Operasional



Agar tidak
terjadi kekeliruan menafsirkan istilah dalam penelitian, maka perlu
diberikan defenisi operasional sebagai berikut:




  1. Prestasi belajar adalah suatu nilai yang dicapai oleh siswa menurut
    kemampuannya dalam mengerjakan atau menyelesaikan soal-soal evaluasi
    tes hasil belajar pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua
    peubah.



  2. Sistem persamaan linear dua peubah adalah materi pembelajaran
    matematika di kelas VIII dengan sub-sub pokok bahasan yaitu
    bentuk-bentuk persamaan linear dua peubah, sistem persamaan linear
    dua peubah, penyelesaian sistem persamaan linear dua peubah, cara
    menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan sistem persamaan
    linear, cara menyelesaikan sistem persamaan non linear dua peubah.




3. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT
merupakan suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Spencer Kagen, yang
melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup
dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi
pelajaran tersebut. Sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada
seluruh kelas. Langkah-langkah pekerjaannya yaitu penomoran,
mengajukan pertanyaan, berpikir bersama, menjawab.















































































































G. Rancangan dan Model Penelitian Tindakan
Kelas (PTK)









Rancangan dari model PTK



Sumber : Hopkins (1993) yang dikutip oleh Tim Pelatihan Proyek PGSM
(1999:7).







H. Prosedur Pelaksanaan



Prosedur penelitian tindakan kelas ini, direncanakan terdiri dari 3
siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin
dicapai seperti apa yang telah didesain dalam faktor yang diselidiki.



Secara rinci prosedur penelitian tindakan kelas ini dijabarkan
sebagai berikut :



1. Tahap kegiatan awal, meliputi:



a. Observasi awal



b. Tes awal: untuk mengetahui kemampuan awal
siswa dalam memahami konsep persamaan linear dua peubah sebelum
diadakan tindakan, yang nantinya digunakan sebagai nilai awal yang
diperlukan dalam pembagian kelompok melalui pembelajaran kooperatif
tipe NHT. Di samping itu, diperlukan dalam pengolahan nilai
peningkatan prestasi belajar siswa melalui pembelajaran kooperatif
tipe NHT.



2. Perencanaan, adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini
meliputi:



a. membuat skenario pembelajaran



b. membuat lembar observasi untuk melihat kondisi
belajar mengajar di kelas ketika model pembelajaran kooperatif tipe
NHT diaplikasikan.



c. mendesain alat evaluasi untuk melihat apakah materi matematika
telah dikuasai oleh siswa.



d. membuat jurnal refleksi diri.



3. Pelaksanaan tindakan, kegiatan yang
dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario
pembelajaran yang telah dibuat.



4. Observasi/evaluasi, pada tahap ini dilaksanakan observasi
terhadap pelaksanaan tindakan serta melakukan evaluasi.



5. Refleksi hasil yang diperoleh dalam tahap observasi/evaluasi
dikumpulkan serta dianalisis dalam tahap ini. Kelemahan-kelemahan/
kekurangan-kekurangan yang terjadi pada setiap siklus akan diperbaiki
pada siklus berikutnya.







I. Jenis Data dan Cara Pengambilan Data



a. Sumber data: sumber data dalam penelitian ini
adalah personil penelitian yang terdiri dari siswa dan guru.



b. Jenis data: jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif
dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh
dengan alat evaluasi lembar observasi, jurnal refleksi diri dan data
kuantitatif diperoleh dengan alat evaluasi hasil belajar.



c. Cara pengambilan data



- Data tentang pelaksanaan pembelajaran serta
perubahan-perubahan yang terjadi di kelas, diambil berdasarkan
pengamatan langsung dengan menggunakan lembar observasi dan jurnal
refleksi diri.



- Data tentang hasil belajar siswa diambil melalui tes hasil
belajar.







J. Indikator Kinerja



Indikator kinerja dalam penelitian ini ada dua
macam, yaitu:




  1. Indikator kinerja yang berkaitan dengan peningkatan prestasi belajar
    matematika siswa minimal 75% siswa telah memperoleh nilai minimal
    6,0 (ketetapan sekolah yang bersangkutan).



  2. Indikator kinerja yang berkaitan dengan keberhasilan pelaksanaan
    pembelajaran yaitu minimal 85% skenario pembelajaran yang dibuat
    telah dilaksanakan dengan benar.




BAB IV



HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN







A. Hasil Penelitian



1. Kegiatan Pendahuluan



Sebelum melakukan
tindakan dalam penelitian, peneliti melakukan observasi awal dan
wawancara singkat dengan guru matematika kelas VIII SMP Negeri 1
Batuatas. Hasil observasi menunjukkan bahwa prestasi belajar
matematika siswa khususnya untuk kelas VIII masih tergolong rendah
dan model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran
konvensional. Berdasarkan hasil tersebut, diputuskan untuk menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam mengajarkan pokok
bahasan sistem persamaan linear dua peubah di kelas VIII1.



Pada tanggal 4 November 2006 diadakan tes awal
pada siswa kelas VIII1 untuk mengetahui kemampuan awal
siswa terhadap materi sistem persamaan linear dua peubah. Nilai tes
awal dijadikan acuan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar
matematika siswa kelas VIII1 SMP Negeri 1 Batuatas setelah
diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.




24


Soal-soal tes awal berupa materi yang berhubungan dengan pokok
bahasan yang akan diajarkan dalam hal ini materi untuk soal tes awal
adalah materi persamaan linear satu variabel, sebagaimana terlihat
pada lampiran 4. Dari hasil tes awal tersebut terlihat bahwa siswa
yang memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan 6,0 mencapai 25,71%
(9 orang siswa) dengan nilai rata-rata 4,89. Hal ini memberikan
gambaran bahwa prestasi belajar matematika siswa masih tergolong
rendah.







2. Tindakan Siklus I



a. Perencanaan







Setelah ditetapkan untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT dalam mengajar matematika pokok bahasan sistem persamaan
linear dua peubah, maka kegiatan selanjutnya adalah menyiapkan
beberapa hal yang diperlukan pada saat pelaksanaan tindakan. Setelah
berkonsultasi dengan guru bidang studi matematika, peneliti melakukan
hal-hal sebagai berikut :




  1. membuat skenario pembelajaran untuk tindakan siklus I



  2. membuat lembar observasi terhadap guru dan siswa selama pelaksanaan
    proses pembelajaran di kelas



  3. membuat Lembar Kerja Siswa (LKS)



  4. membuat alat evaluasi untuk tes tindakan siklus I



  5. membuat jurnal untuk refleksi diri.








b. Pelaksanaan Tindakan







Pada tahap ini, kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dilaksanakan sesuai dengan skenario pembelajaran
yang telah dipersiapkan, sebagaimana terdapat pada lampiran 3. Dalam
proses pembelajaran, siswa dibagi dalam 7 kelompok dengan nomor yang
berbeda untuk setiap siswa dalam kelompoknya dan setiap kelompok
beranggotakan 5 orang siswa. Selanjutnya setiap kelompok dibagikan
LKS untuk didiskusikan bersama anggota kelompoknya, guru memberikan
bimbingan kepada siswa dalam kelompok terutama kelompok yang
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah dalam LKS. Kegiatan
selanjutnya adalah siswa diminta mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya di depan kelas untuk siswa yang nomornya di sebut dan
siswa dikelompok lain memperhatikan dan membandingkan dengan
pekerjaannya.



Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti mengobservasi
jalannya pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi untuk guru
dan siswa sebagaimana yang tercantum pada lampiran 5 hal 58.







c. Observasi







Hal-hal yang diobservasi pada pelaksanaan tindakan siklus I adalah
cara guru menyajikan materi pelajaran apakah sudah sesuai dengan
skenario pembelajaran yang telah dibuat atau belum. Selain itu juga
dilihat aktivitas siswa dalam mengikuti pelajaran.



Hasil observasi terhadap guru menunjukkan hal-hal sebagai berikut :




  1. Guru tidak memberi motivasi dan tidak memberi apersepsi.



  2. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran



  3. Guru mengorganisasi siswa dalam 7 kelompok
    belajar dan setiap kelompok terdiri dari 5 orang



  4. Guru tidak secara merata memberikan bimbingan kepada setiap kelompok



  5. Guru menyiapkan LKS sebagai alat bantu dalam pembelajaran .



  6. Guru belum mampu mengelola waktu dengan baik, akibatnya ada
    tahapan–tahapan dalam skenario pembelajaran yang tidak
    terlaksana karena kehabisan waktu.




Hasil observasi terhadap siswa menunjukan hal-hal sebagai berikut :




  1. Pada pertemuan pertama siswa terlihat masih kaku berada dalam
    kelompoknya



  2. Masih banyak siswa yang kurang aktif dalam mengerjakan soal-soal
    dalam LKS yang telah diberikan



  3. Sebagian siswa masih ragu mengemukakan pendapat



  4. Hanya beberapa siswa yang mampu mempresentasikan hasil kerja
    kelompoknya dan ada siswa yang merasa gugup ketika nomornya
    terpanggil untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya.




Selengkapnya hasil observasi dapat dilihat pada lampiran 5 hal 58.







d. Evaluasi







Setelah pelaksanaan tindakan siklus I selama 3
kali pertemuan, diadakan evaluasi dengan tes seperti yang ada pada
lampiran 4. Hasil tes siklus I menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
jika dibandingkan dengan hasil tes awal yaitu dari 25,71% (9 orang)
siswa memperoleh nilai

pada tes awal dan meningkat menjadi 42,86% (15 orang) siswa
memperoleh nilai
.
Walaupun hasil tes siklus I menunjukkan peningkatan, tetapi karena
belum mencapai indikator keberhasilan maka penelitian dilanjutkan
pada siklus II. Hasil tes tindakan siklus I selengkapnya terdapat
pada lampiran 1 hal 39.







e. Refleksi







Pada tindakan siklus I ini penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT dalam mengajarkan pokok bahasan sistem persamaan linear dua
peubah belum sempurna sesuai dengan yang diharapkan.



Analisis terhadap observasi dijadikan sebagai bahan untuk menentukan
tindakan selanjutnya. Setelah diadakan refleksi antara guru dan
peneliti maka diperoleh hal-hal sebagai berikut :



1. Faktor siswa



a. Sebagian siswa tidak memperhatikan penjelasan guru



b. Sebagian siswa kurang aktif dalam kelompoknya dan siswa belum
dapat menyampaikan pendapatnya pada saat materi pelajaran diajarkan
atau pada saat siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
soal-soal dalam LKS, hal ini disebabkan karena siswa merasa asing
dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.



2. Faktor guru



a. Kehadiran peneliti mempengaruhi kinerja guru sehingga menjadi
canggung dan suasana kelas agak kaku, hal ini nampak pada saat guru
memberi penjelasan, volume suara kurang jelas dan gerakan kurang
leluasa.



b. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dianggap hal yang baru
bagi pribadi guru mata pelajaran matematika, sehingga guru tidak
secara merata memberikan bimbingan kepada setiap kelompok/individual.







3. Tindakan siklus II



a. Perencanaan











Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi, pelaksanaan tindakan
siklus I belum mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan,
sehingga peneliti bersama guru merencanakan tindakan siklus II.
Kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I
akan diperbaiki pada siklus II.



Hal-hal yang perlu dilakukan dalam rangka memperbaiki kelemahan dan
kekurangan pada siklus I untuk diperbaiki pada siklus II adalah :




  1. Guru harus memotivasi siswa belajar agar siswa lebih bersemangat
    dalam belajar matematika serta guru harus memberikan apersepsi.



  2. Guru harus bersikap tegas dengan menegur/memberi sanksi kepada siswa
    yang tidak memperhatikan penjelasan guru dan yang tidak mau bekerja
    sama dengan teman kelompoknya.



  3. Guru harus selalu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa
    untuk menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti.



  4. Guru harus mampu mengelola waktu dengan efisien agar semua tahapan
    kegiatan dalam skenario pembelajaran dapat terlaksana.




Selain hal-hal yang merupakan rencana perbaikan untuk tindakan siklus
I, peneliti harus mempersiapkan juga skenario pembelajaran, lembar
observasi untuk guru dan siswa, alat evaluasi dan jurnal refleksi
diri untuk tindakan siklus II.







b. Pelaksanaan tindakan





Pada pelaksanaan tindakan siklus II ini, guru kembali berusaha
melaksanakan pembelajaran agar sesuai dengan skenario pembelajaran
tindakan siklus II. Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru
menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dengan maksud
agar siswa memiliki gambaran jelas tentang pengetahuan yang akan
diperoleh setelah proses pembelajaran berlangsung. Guru juga
melakukan tindakan perbaikan sebagaimana yang telah direncanakan pada
tahap perencanaan meskipun belum maksimal. Materi yang diajarkan
masih dalam pokok bahasan sistem persamaan linear dua peubah dengan
sub pokok bahasan menentukan penyelesaian dari sistem persamaan
linear dua peubah.



Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti mengobservasi
pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi untuk
guru dan siswa sebagaimana tercantum pada lampiran 5 hal 64.







c. Observasi







Secara umum pada pelaksanaan tindakan
siklus II ini telah ada peningkatan dibandingkan dengan siklus I. Hal
ini terlihat pada hasil observasi guru dan siswa.





Hasil observasi terhadap guru menunjukan bahwa :




  1. Guru selalu menjelaskan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa.



  2. Guru sudah bersikap tegas dengan menegur /memberi sanksi kepada
    siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru.



  3. Guru memberikan bantuan/bimbingan kepada kelompok atau siswa yang
    mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal dalam LKS dan
    memberikan penghargaan kepada kelompok /siswa yang menjawab dengan
    benar.



  4. Guru sudah dapat melaksanakan hampir semua tahapan kegiatan dalam
    skenario pembelajaran pada siklus II.




Hasil observasi terhadap siswa menunjukan bahwa :




  1. Siswa memperhatikan dengan baik penjelasan guru



  2. Sebagian siswa sudah berani menanyakan hal-hal yang kurang
    dimengerti yang ada kaitannya dengan materi yang diajarkan.



  3. Sebagian besar siswa sudah mampu mempresentasikan hasil kerja
    kelompoknya.




Hasil observasi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5 hal 64.







d. Evaluasi







Setelah 3 kali pertemuan yang membahas materi mengenai penyelesaian
sistem persamaan linear dua peubah, kembali diadakan evaluasi untuk
mengetahui peningkatan prestasi belajar matematika siswa. Soal tes
tindakan siklus II selengkapnya terdapat pada lampiran 4 hal 56.



Hasil tes siklus II menunjukkan peningkatan
prestasi belajar matematika siswa dibandingkan dengan siklus I yaitu
dari 42,86% siswa yang telah memperoleh nilai

pada siklus I meningkat menjadi 65,71% siswa telah memperoleh nilai

pada siklus II. Dari hasil tes siklus II, walaupun menunjukkan
peningkatan tetapi karena belum mencapai indikator keberhasilan maka
penelitian dilanjutkan pada siklus III. Hasil evaluasi pelaksanaan
tindakan siklus II dapat dilihat selengkapnya pada lampiran 1 hal 39.







e. Refleksi







Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi pelaksanaan tindakan siklus
II, hal yang masih perlu diperhatikan adalah bimbingan terhadap siswa
yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan latihan perlu
ditingkatkan. Kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan yang
terjadi pada tindakan siklus II akan diperbaiki pada pelaksanaan
tindakan siklusIII.



Hasil refleksi diri pada pelaksanaan tindakan siklus II selengkapnya
dapat dilihat pada lampiran 6 hal 76.







4. Tindakan Siklus III



a. Perencanaan











Berdasarkan hasil observasi, evaluasi dan refleksi diri pada
tindakan siklusII, maka peneliti bersama dengan guru merencanakan
tindakan siklus III agar kekurangan-kekurangan pada tindakan siklus
II dapat diperbaiki.



Adapun hal-hal yang perlu dilakukan dalam rangka memperbaiki
tindakan siklus II adalah guru harus selalu membimbing siswa dalam
mengerjakan soal-soal LKS yang telah diberikan. Selain itu, pada
tahap perencanaan ini peneliti tetap membuat skenario pembelajaran,
lembar observasi terhadap guru dan siswa, alat evaluasi dan jurnal
refleksi diri untuk tindakan siklus III.







b. Pelaksanaan tindakan







Pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT kembali dilakukan dengan mengikuti skenario pembelajaran yang
telah dibuat untuk pelaksanaan tindakan siklus III.



Kegiatan yang dilakukan setiap pertemuan pada siklus III adalah
diawali dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
pada akhir proses belajar mengajar dan memberikan motivasi kepada
siswa agar bersemangat dalam belajar. Selama proses pembelajaran
berlangsung guru tetap memantau dan memberikan bimbingan kepada
setiap kelompok atau siswa yang mengalami kesulitan. Selama proses
belajar mengajar berlangsung peneliti mengobservasi jalannya
pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi untuk guru dan
siswa.







c. Observasi







Peneliti kembali melaksanakan observasi terhadap pelaksanaan
tindakan siklus III dan hasil observasi terhadap guru menunjukkan
bahwa guru telah mampu melaksanakan skenario pembelajaran dengan
baik. Hasil observasi terhadap siswa menunjukkan hal-hal berikut:




  1. Semua siswa sudah memperhatikan penjelasan guru



  2. Siswa sudah mampu mempresentasikan hasil kerja kelompoknya



  3. Siswa sudah mampu mengemukakan pendapat.




Hasil observasi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5 hal 70.



Secara umum pelaksanaan tindakan sudah sesuai dengan skenario
pembelajaran yang telah dibuat. Semua tahapan kegiatan dalam skenario
pembelajaran telah dilaksanakan dengan sempurna oleh guru. Hanya
masih ada sedikit kelemahan-kelemahan pada pihak siswa yaitu ada
beberapa siswa yang belun mampu mengemukakan pendapat.







d. Evaluasi







Setelah 3 kali pertemuan, maka kembali diadakan
tes tindakan siklus III untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar
matematika siswa. Hasil tes menunjukkan adanya peningkatan dari
siklus sebelumnya yaitu dari 65,71% siswa telah memperoleh nilai

pada siklus II meningkat menjadi 82,86% siswa telah memperoleh nilai


pada siklus III.



Dari hasil tes siklus III menunjukkan adanya peningkatan dan telah
mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, maka
pelaksanaan tindakan dihentikan hanya sanpai pada siklus III. Hasil
evaluasinya dapat dilihat pada lampiran 1 hal 39.



e. Refleksi







Kegiatan refleksi yang dilakukan pada tindakan siklus III
menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan baik bagi guru mata
pelajaran maupun bagi peneliti. Hasil observasi yang dilakukan oleh
peneliti menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT sudah mendapatkan hasil yang lebih
baik, walaupun masih ada beberapa siswa yang belum dapat menyampaikan
pendapat tetapi siswa tersebut aktif melibatkan diri dalam
melaksanakan tugas kelompok.



Jika dilihat dari hasil tes pada evaluasi
pelaksanaan tindakan siklus III, yaitu telah mencapai 82,86% siswa
yag telah memperoleh nilai

atau dengan kata lain telah mencapai indikator keberhasilan, maka
penelitian ini telah berhasil dilaksanakan sesuai rencana
pelaksanaan penelitian dengan tiga siklus tindakan.







B. Pembahasan







Penelitian ini berakhir setelah pelaksanaan
siklus III karena telah mencapai indikator kinerja yang telah
ditetapkan.



Pada siklus I, perolehan nilai siswa berdasarkan
ketuntasan belajar hanya 42,86% siswa yang telah memperoleh nilai
.
Nilai evaluasi hasil tes siklus I meningkat 17,15% dari hasil tes
awal. Berdasarkan hasil observasi pada siklus I, guru dan siswa telah
melakukan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT, namun masih terdapat kekurangan-kekurangan
dimana kekurangan itu ada yang berasal dari guru dan ada juga yang
berasal dari siswa. Diantaranya ada sebagian siswa yang tidak
memperhatikan penjelasan guru pada saat menyampaikan materi, dan
kekurangan yang berasal dari guru adalah belum terlaksananya semua
komponen dalam skenario pembelajaran. Hal itu dikarenakan guru belum
dapat mengatur waktu sebaik mungkin, guru terlalu banyak memberikan
waktu pada siswa untuk bekerja menyelesaikan soal-soal yang
diberikan. Melihat kekurangan yang masih ada serta prestasi belajar
matematika siswa terhadap pokok bahasan sistem persamaan linear dua
peubah pada tindakan siklus I belum memenuhi indikator keberhasilan
yang telah ditetapkan, maka penelitian dilanjutkan pada tindakan
siklus II. Hal-hal yang harus diperbaiki pada tindakan siklus II
adalah guru harus bersikap tegas dengan menegur/memberi sanksi kepada
siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru dan yang tidak mau
bekerja sama dengan teman kelompoknya. Guru juga harus mampu
mengelola waktu dengan efisien agar semua tahapan kegiatan dalam
skenario pembelajaran dapat terlaksana.



Pada tindakan siklus II, model pembelajaran
kooperatif tipe NHT kembali dilaksanakan. Berdasarkan hasil observasi
pada tindakan siklus II, kegiatan guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran telah meningkat. Dimana kekurangan-kekurangan yang
terjadi pada siklus I sudah dapat diperbaiki sedikit demi sedikit.
Siswa sudah lebih memperhatikan penjelasan guru walaupun hanya
beberapa siswa mampu dan mau mengajukan pertanyaan jika mendapat
masalah dalam menyelesaikan soal-soal LKS yang diberikan. Berdasarkan
hasil evaluasi yang dilakukan pada siklus II, siswa yang memperoleh
nilai

sebanyak 23 orang atau 65,71%. Ini berarti mengalami peningkatan
dibanding hasil evaluasi pada siklus I. Melihat hasil tes tindakan
siklus II ini belum mencapai indikator keberhasilan yang telah
ditetapkan maka penelitian dilanjutkan kembali pada siklus
berikutnya. Hal-hal yang harus diperbaiki pada siklus III adalah guru
harus selalu membimbing siswa dalam mengerjakan soal-soal yang
diberikan.



Setelah siklus III, nilai siswa menunjukkan lagi
peningkatan menjadi 82,86% siswa telah memperoleh nilai

dan secara rata-rata juga meningkat menjadi 6,89. Hal ini berarti
telah mencapai indikator yang telah ditetapkan. Sedangkan hasil
observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran bisa dikatakan sempurna,
yakni 100% komponen dalam skenario telah dilaksanakan dengan baik
sesuai yang diharapkan. Karena kedua indikator telah tercapai, ini
berarti hipotesis tindakan telah tercapai yaitu dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT prestasi belajar matematika
siswa pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua peubah dapat
ditingkatkan.






BAB V



PENUTUP



A. Kesimpulan



Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka
dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dalam mengajarkan pokok bahasan sistem persamaan
linear dua peubah pada siswa kelas VIII1 SMP Negeri 1
Batuatas prestasi belajar matematika siswa dapat ditingkatkan. Hal
ini dapat dilihat dari hasil tes awal, siswa yang memperoleh nilai
minimal 6,0 sebanyak 25,71% meningkat pada siklus I menjadi 42,86%;
siswa yang memperoleh nilai minimal 6,0 pada siklus II meningkat pula
menjadi 65,71% dan siklus III siswa yang memperoleh nilai minimal
6,0 meningkat lagi menjadi 82,86%.







B. Saran



Berdasarkan kesimpulan, maka peneliti menyarankan hal-hal sebagai
berikut :




  1. Bagi guru diharapkan dapat mempelajari dan memahami agar mampu
    menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam proses
    belajar mengajar, juga diharapkan selalu mencoba atau meneliti
    setiap model pembelajaran, sehingga model pembelajaran tersebut
    sesuai dengan materi yang diajarkan.



  2. B

    38


    agi siswa diharapkan agar dalam belajar selalu menanyakan
    masalah-masalah yang tidak dimengerti dalam materi yang diajarkan
    dan selalu melakukan diskusi dengan temannya dalam menyelasaikan
    setiap masalah.








































DAFTAR PUSTAKA







Anonim, 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Bahan
Pelatihan Dosen LPTK dan Guru Sekolah Menengah).
Jakarta : PGSM.







Abdurrahman, H., 1991. Pengelolaan Pengajaran.
Ujung Pandang : IAIN Alauddin.







Ibrahim, M. dkk, 2000. Pembelajaran Kooperatif.
Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.



Hamalik, Oemar., 2001. Proses Belajar Mengajar.
Jakarta : Bumi Aksara.







Hudoyo, H., 1988. Strategi Belajar Mengajar
Matematika
. Jakarta : DepDikbud.







Hudoyo, H., 1990. Matematika dan Pelaksanaannya
di Depan Kelas
. Jakarta : DepDikbud.







Ismail, 2003. Model-Model Pembelajaran.
Jakarta: Direktoral SLTP Dirjen Dikdasman
Depdiknas.






Poerwadarminta, WJS., 1974. Kamus Besar Bahasa
Indonesia
. Jakarta: Balai Pustaka.







Rusyan, Tabrani., 1989. Pendekatan dalam Proses
Belajar Mengajar
. Bandung : Remaja Karya.







Sugijono, Cholik,M., 2004. Matematika untuk SMP
Kelas VIII
. Jakarta: Erlangga







Soejanto, Agoes., 1979. Bimbingan Ke arah
Belajar yang Sukses
. Surabaya : Rineka Cipta.







Syamsidar, 2004. Meningkatkan Pemahaman Siswa
Kelas I3 SLTP Negeri 2 Raha dalam Belajar Matematika Pokok
Bahasan Bilangan Bulat melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT.

Kendari : Skripri Unhalu.







Usman, Uzer., 1995. Menjadi Guru Profesional.
Bandung : Remaja Rosdakarya.







Wa Sinar, 2003. Meningkatkan Pemahaman Siswa
Kelas I SLTP Negeri 1 Kendari dalam Belajar Matematika Pokok Bahasan
Sudut dan Peta Mata Angin melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
.
Kendari : Skripsi Unhalu.







Winkel, WS., 1986. Psikologi Pengajaran.
Jakarta : Grasindo.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar