Selasa, 21 Oktober 2008

Skripsi Pendekatan Tutor Sebaya

Olah ROFIQOH NURHAYATI
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Matematika sebagai salah satu cabang ilmu yang dinilai dapat memberikan kontribusi positif dalam memacu ilmu pengetahuan dan teknologi selain itu juga matematika mempunyai peranan yang sangat esensial untuk ilmu lain, utamanya sains dan teknologi. Sehingga matematika menjadi sangat penting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, para siswa dituntut untuk menguasai matematika.
Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini sejalan dengan banyaknya usaha yang dilakukan oleh Indonesia untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan matematika disekolah namun belum menampakkan hasil yang memuaskan, baik ditinjau dari proses pembelajarannya maupun dari prestasi belajar siswanya.
Berdasarkan observasi awal dan wawancara singkat dengan guru bidang studi matematika kelas VIIA yang dilaksanakan tanggal 10 Mei 2007 menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi operasi bilangan pecahan hal ini disebabkan pada saat siswa belajar di kelas kurang aktif, kurang kreatif dan enggan untuk bertanya walaupun ada yang mereka tidak mengerti. Sering juga ditemui siswa lebih senang bertanya kepada temannya dari pada kepada gurunya karena siswa merasa enggan atau malu. Hal ini menyebabkan kemampuan siswa pada pokok bahasan bilangan pecahan terutama dalam menyelesaikan soal-soal cerita operasi bilangan pecahan masih rendah, hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai matematika siswa kelas VIIA semester I tahun pelajaran 2006/2007 yaitu 5,6.
Untuk memahami konsep matematika yang bersifat abstrak di butuhkan aktifitas dan kreatifitas yang tinggi dari siswa. Oleh sebab itu pembelajaran harus di arahkan agar dapat membangkitkan kreatifitas siswa tersebut slah satunya adalah belajar dengan cara kelompok. Dengan cara berkelompok, siswa dapat berdiskusi satu sama lain, siswa dapat bertukar informasi dan siswa yang pintar dapat membantu siswa yang kurang pintar.
Untuk itu perlu dicari pemecahan masalah dalam menentukan strategi pembelajaran yang tepat, dengan tetap mempertimbangkan kondisi-kondisi dalam kelas. Semuanya dimaksudkan untuk memperoleh pendekatan pembelajaran yang tepat bagi seluruh siswa. Oleh karena itu, peneliti bermaksud mengadakan upaya perbaikan dengan menawarkan kepada guru untuk menerapkan pendekatan tutor sebaya utamanya pada pokok bahasan operasi bilangan pecahan.
Kadangkala seorang siswa lebih mudah menerima keterangan yang diberikan oleh kawannya karena tidak adanya rasa enggan atau malu untuk bertanya. Menurut Arikunto (1986: 77) tutor sebaya adalah seseorang atau beberapa orang siswa yang ditunjuk oleh guru sebagai pembantu guru dalam melakukan bimbingan terhadap kawan sekelas. Penggunaan pendekatan tutor sebaya dalam menyelesaikan soal-soal cerita operasi bilangan pecahan merupakan salah satu pendekatan yang diharapkan dapat memberi peran aktif serta motivasi kepada siswa, agar mereka mempelajari dengan sungguh-sungguh materi yang diberikan. Sehingga diharapkan dengan menggunakan pendekatan tutor sebaya ini, siswa lebih mudah menyerap materi yang diajarkan dan pada akhirnya siswa tidak mengalami banyak kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal cerita operasi bilangan pecahan.
Kelebihan dari pendekatan tutor sebaya ini adalah dapat melatih siswa dalam memecahkan masalah, mengatasi kesulitannya sendiri dan mampu membimbing diri sendiri. Selain itu karena tutor berasal dari teman sekelasnya maka siswa tidak merasa malu atau segan untuk bertanya apabila ada hal-hal yang kurang dimengerti dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan latar belakang, maka peneliti mencoba mengadakan penelitian dalam bentuk penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas menurut Purwadi (dalam Sukidin, 2002: 10) adalah suatu bentuk penelitian yang dilaksanakan oleh guru untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melaksanakan tugas pokoknya, yaitu mengelola pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM) dalam arti luas.
Adapun judul dari penelitian ini adalah “Meningkatkan kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Soal-soal Cerita Operasi Bilangan Pecahan dengan Menggunakan Pendekatan Tutor Sebaya pada kelas VIIA SMP Negeri 3 Palangga”.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah “Apakah dengan menggunakan pendekatan tutor sebaya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita operasi bilangan pecahan pada kelas VIIA SMP Negeri 3 Palangga?”.

2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita operasi bilangan pecahan dengan menggunakan pendekatan tutor sebaya pada kelas VIIA SMP Negeri 3 Palangga.

2. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian tindakan kelas ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi guru: dengan dilaksanakannya penelitian tindakan kelas ini guru dapat sedikit demi sedikit mengetahui pendekatan pembelajaran yang dapat memperbaiki dan meningkatkan sistem pembelajaran di kelas.Di samping itu dengan di berikan contoh penelitian tindakan kelas guru akan terbiasa untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan merancang model-model atau pendekatan pembelajaran yang baru guna meningkatkan hasil belajar siswanya.
2. Bagi siswa: hasil penelitian ini akan memberikan manfaat bagi siswa, yaitu mempermudah cara pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita yang diajarkan.
3. Bagi sekolah: hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang baik pada sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan diri siswa. Perubahan yang merupakan hasil belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan sikap (Winkel, 1991: 14). Belajar juga menghasilkan suatu perubahan tingkah laku keterampilan, kemapuan dan kecakapan serta perubahan-perubahan aspek-aspek lainnya yang ada pada diri siswa yang melakukan kegiatan belajar.
Menurut Grendler (1994: 1), belajar adalah sikap proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan dan sikap. Slameto (1995: 2) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai suatu hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Sudjana (2001: 28), menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pemahamannya, pengetahuannya, sikap dan tingkah lakunya, daya penerimaan dan lain-lain aspek yang ada pada individu siswa.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu bentuk perubahan pada diri seseorang sebagai akibat dari pengalaman dan latihan dalam berinteraksi dengan lingkungan yang dialami orang tersebut yang tampak pada tingkah lakunya. Jadi pengalaman belajar yang diperoleh seseorang akan membekas dan meresap dalam jiwa sehingga akibat apa yang diperolehnya itu dapat bermanfaat bagi dirinya dan tingkah lakunya akan mengalami perubahan.

2. Pengertian Mengajar
Mengajar pada prinsipnya adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar atau dapat pula dikatakan bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan siswa dan bahan pengajaran sehingga menimbulkan terjadinya proses belajar pada diri siswa.
Bruner dalam Usman (1993: 5) menyatakan bahwa mengajar adalah menyatakan ide, masalah atau pengetahuan dalam bentuk yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh setiap siswa. Hal ini sejalan dengan Burton dalam Rusyan (1989: 26) yang menyatakan bahwa mengajar merupakan segala upaya dalam memberikan perangsang (stimulus), bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar.
Mengajar secara efektif sangat bergantung pada pemilihan dan penggunaan metode mengajar yang serasi dengan tujuan mengajar. Cara belajar mengajar yang lebib baik ialah mempergunakan kegiatan siswa- siswa sendiri secara efektif dalam kelas, merencanakan dan melaksanakan kegaiatan-kagiatan sedemikian rupa secara kontinu dan juga melalui kerja kelompok (Hadi, 2003: 141)
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu upaya menyajikan pengetahuan serta memberikan bimbingan dan pengarahan kepada siswa melalui metode yang sesuai agar terjadi proses belajar.

3. Hakekat Matematika
Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia berhubungan dengan ide dan penalaran. Ide-ide yang dihasilkan oleh pikiran-pikiran manusia itu merupakan sistem-sistem yang bersifat untuk menggambarkan konsep-konsep abstrak, dimana masing-masing sistem bersifat deduktif sehingga berlaku umum dalam menyelesaikan masalah.
Hudoyo (1988: 3) menyatakan matematika berkenaan dengan ide-ide (gagasan-gagasan), struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur secara logik sehingga matematika itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Suatu kebenaran matematika dikembangkan berdasarkan atas alasan logik yang menggunakan pembuktian deduktif. Oleh sebab itu dalam mempelajari matematika kita dapat mengaitkannya dalam kehidupan sehari – hari sehingga kita lebih mudah dalam mempelajari matematika.
Matematika sebagai ilmu mengenai struktur dan hubungannya dengan simbol-simbol diperlukan. Simbol-simbol itu penting untuk membantu memanipulasi aturan-aturan dengan operasi yang ditetapkan. Simbol-simbol menjamin adanya komunikasi dan mampu memberikan keterangan untuk membentuk suatu konsep baru (Hudoyo,
1990: 10).
Dengan demikian mempelajari matematika harus teratur dan memperhatikan hubungan keterkaitan dengan materi yang mendasari serta harus memperhatikan kemampuan sebagai individu sehingga penyajian ide atau konsep matematika yang baru didasarkan pada pengalaman sebelumnya.

4. Proses Belajar Mengajar Matematika
Proses belajar mengajar pada dasarnya adalah interaksi atau hubungan antara siswa dengan guru dan antar sesama siswa dalam proses pembelajaran. Interaksi dalam proses belajar mengajar mempunyai arti luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa tetapi juga interaksi edukatif, dalam hal ini bukan hanya menyampaikan pesan berupa mata pelajaran, melainkan juga nilai dan sikap pada diri siswa yang sedang belajar. Proses belajar mengajar matematika merupakan suatu kegiatan yang mengandung serangkaian persiapan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar mengajar terdapat adanya satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara guru yang mengajar dengan siswa yang belajar.
Menurut Usman (1993: 4) belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Lebih lanjut Usman (1993: 6) mengungkapkan bahwa mengajar pada prinsipnya adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Dapat pula dikatakan bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran sehingga menimbulkan terjadinya proses belajar pada diri siswa.
Dalam hal belajar mengajar matematika, perlu diketahui karakteristik matematika. Dengan mengetahui karakteristik matematika, maka seharusnya dapat pula diketahui bagaimana belajar dan mengajar matematika. Karakteristik matematika yang dimaksud adalah obyek matematika bersifat abstrak, materi matematika disusun secara hirarkis, dan cara penalaran matematika adalah deduktif.
Obyek matematika bersifat abstrak, maka belajar matematika memerlukan daya nalar yang tinggi. Demikian pula dalam mengajar matematika guru harus mampu mengabstraksikan obyek-obyek matematika dengan baik sehingga siswa dapat memahami obyek matematika yang diajarkan. Hudoyo (1988: 3) menyatakan bahwa belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi. Sehingga dalam mengajar matematika guru harus mampu memberikan penjelasan dengan baik sehingga konsep-konsep matematika yang abstrak dapat dipahami siswa.
Materi matematika disusun secara hierarkis artinya suatu topik matematika akan merupakan prasyarat bagi topik berikutnya. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu topik matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi proses belajar mengajar matematika tersebut. Hudoyo (1988: 4) mengungkapkan bahwa karena kehirarkisan matematika itu, maka belajar matematika yang terputus-putus akan mengganggu terjadinya proses belajar. Ini berarti proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu sendiri dilakukan secara kontinu. Karena dalam belajar matematika memerlukan materi prasyarat untuk memahami materi berikutnya, maka dalam mengajar matematika guru harus mengidentifikasikan materi-materi yang menjadi prasyarat suatu topik mata pelajaran matematika.
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar melibatkan diri dan siswa di mana perubahan tingkah laku siswa diarahkan pada peningkatan kemampuan dalam mempelajari matematika, sedangkan guru dalam mengajar harus pandai mencari pendekatan pembelajaran yang akan membantu siswa dalam kegiatan belajarnya.

5. Pendekatan Tutor Sebaya
Program tutorial pada dasarnya sama dengan program bimbingan, yang bertujuan memberikan bantuan kepada siswa atau peserta didik agar dapat mencapai hasil belajar optimal. Hamalik (1990: 73) menyatakan tutorial adalah bimbingan pembelajaran dalam bentuk pemberian bimbingan, bantuan, petunjuk, arahan, dan motivasi agar para siswa belajar secara efisien dan efektif.
Subyek atau tenaga yang memberikan bimbingan dalam kegiatan tutorial dikenal sebagai tutor. Tutor dapat berasal dari guru atau pengajar, pelatih, pejabat struktural, atau bahkan siswa yang dipilih dan ditugaskan guru untuk membantu teman-temannya dalam belajar di kelas. Siswa yang dipilih guru adalah teman sekelas dan memiliki kemampuan lebih cepat memahami materi yang diajarkan, selain itu memiliki kemampuan menjelaskan ulang materi yang diajarkan pada teman-temannya. Karena siswa yang dipilih menjadi tutor ini seumur (sebaya) dengan teman-temannya yang akan diberikan bantuan, maka tutor tersebut sering dikenal dengan sebutan tutor sebaya.
Arikunto (1986: 77) menyatakan bahwa tutor sebaya adalah seseorang atau beberapa orang siswa yang ditunjuk oleh guru sebagai pembantu guru dalam melakukan bimbingan terhadap kawan sekelas. Untuk menentukan seorang tutor ada beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh seorang siswa yaitu siswa yang dipilih nilai prestasi belajar matematikanya lebih besar atau sama degan delapan, dapat memberikan bimbingan dan penjelasan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar dan memiliki kesabaran serta kemampuan memotivasi siswa dalam belajar.
Arikunto (1986: 62) mengemukakan bahwa dalam memilih tutor perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Tutor dapat diterima (disetujui) oleh siswa yang mendapat program perbaikan sehingga siswa tidak mempunyai rasa takut atau enggan untuk bertanya kepadanya.
2. Tutor dapat menerangkan bahan perbaikan yang dibutuhkan oleh siswa yang menerima program perbaikan.
3. Tutor tidak tinggi hati, kejam atau keras hati terhadap sesama kawan.
4. Tutor mempunyai daya kreativitas yang cukup untuk memberikan bimbingan, yaitu dapat menerangkan pelajaran kepada kawannya.
Siswa yang ditunjuk sebagai tutor akan ditugaskan membantu siswa yang akan mendapat program perbaikan, sehingga setiap tutor harus diberikan petunjuk yang sejelas-jelasnya tentang apa yang harus dilakukan. Petunjuk ini memang mutlak diperlukan bagi setiap tutor karena hanya gurulah yang mengetahui kelemahan siswa, sedangkan tutor hanya membantu melaksanakan perbaikan, bukan mendiagnosa.
Para tutor dilatih untuk mengajar berdasarkan silabus yang telah ditentukan. Hubungan antara tutor dengan siswa adalah hubungan antar kakak-adik atau antar kawan, kekakuan yang ada pada guru agar dihilangkan. Dalam kegiatan ini tutor dan guru menjadi semacam staf ahli yang mampu mengatasi kesulitan yang dihadapi murid, baik dengan cara satu lawan satu maupun kelompok kecil (Muntansir,
1985: 58).
Dari sudut lain dapat diketengahkan bahwa efektifitas para tutor itu cukup dapat diharapkan. Tentang efektifitas tutor itu, Good dalam Muntansir (1985: 180) menyatakan bahwa tutor juga dapat menjadi alat untuk menimbulkan motivasi pada pelajaran bermutu. Tutor ini juga mendapatkan keuntungan berupa nilai pelajaran yang bertambah baik, sama dengan yang ditutori, terutama kalau fokusnya pada kemampuan kognitif.
Pendekatan tutor sebaya adalah suatu pendekatan pembelajaran dimana yang melakukan kegiatan pembelajaran adalah siswa itu sendiri. Siswa yang memiliki kemampuan lebih cepat menyerap materi pelajaran akan membantu siswa yang kurang cepat menyerap materi pelajaran. Karena memiliki usia yang hampir sebaya, adakalanya seorang siswa lebih mudah menerima keterangan yang diberikan oleh kawannya yang lain karena tidak adanya rasa enggan atau malu untuk bertanya.
Pendekatan tutor sebaya ini cocok untuk mengajarkan matematika, terutama dalam menyelesaikan soal-soal cerita operasi bilangan pecahan. Apabila pendekatan ini digunakan oleh guru dengan baik dengan memberikan bimbingan terlebih dahulu kepada siswa yang akan menjadi tutor, maka pendekatan tutor sebaya ini dapat membantu siswa dalam memahami materi operasi bilangan pecahan, sehingga kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita operasi bilangan pecahan dapat ditingkatkan.
Menurut Hamalik (1998:163) tahap-tahap kegiatan pembelajaran di kelas dengan menggunakan pendekaatan tutor sebaya adalah sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
1. Guru membuat program pengajaran satu pokok bahasan yang dirancang dalam bentuk penggalan-penggalan sub pokok bahasan. Setiap penggalan satu pertemuan yang didalamnya mencakup judul penggalan tujuan pembelajaran, khususnya petunjuk pelaksanaan tugas-tugas yang harus diselesaikan.
2. Menentukan beberapa orang siswa yang memenuhi kriteria sebagai tutor sebaya. Jumlah tutor sebaya yang di tunjuk disesuaikan dengan jumlah kelompok yang dibentuk.
3. Mengadakan latihan bagi para tutor. Dalam pelaksanaan tutorial atau bimbingan ini, siswa yang menjadi tutor bertindak sebagai guru. Sehingga latihan yang diadakan oleh guru merupakan semacam pendidikan guru atau siswa itu. Latihan di adakan dengan dua cara yaitu melalui latihan kelompok kecil dimana dalam hal ini yang mendapatkan latihan hanya siswa yang akan menjadi tutor, dan melalui latihan klasikal, dimana siswa seluruh kelas dilatih bagaimana proses pembimbingan ini berlangsung.
4. Pengelompokan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang yang terdiri atas 4-6 orang. Kelompok ini disusun berdasarkan variasi tingkat kecerdasan siswa. Kemudian tutor sebaya yang telah ditunjuk di sebar pada masing-masing kelompok yang telah ditentukan.
2. Tahap pelaksanaan
1. Setiap pertemuan guru memberikan penjelasan terlebih dahulu tentang materi yang di ajarkan.
2. Siswa belajar dalam kelompoknya sendiri. Tutor sebaya menanyai anggota kelompoknya secara bergantian akan hal-hal yang belum dimengerti, demikian pula halnya dengan menyelesaikan tugas. Jika ada masalah yang tidak diselesaikan barulah tutor meminta bantuan guru.
3. Guru mengawasi jalannya proses belajar, guru berpindah-pindah dari satu kelompok ke kelompok yang lain untuk memberikan bantuan jika ada masalah yang tidak dapat diselesaikan dalam kelompoknya.
3. Tahap evaluasi
1. Sebelum kegiatan pembelajaran berakhir, guru memberikan soal-soal latihan kepada anggota kelompok (selain tutor) untuk mengetahui apakah tutor sudah menjelaskan tugasnya atau belum.
2. mengingatkan siswa untuk mempelajari sub pokok bahasan sebelumnya di rumah.

6. Soal-soal Cerita
Matematika dapat melatih siswa untuk berpikir secara logis, rasional, operasional dan terukur sesuai dengan karakteristik ilmu ini. Salah satu materi dalam matematika yang penting dipelajari siswa SMP dan perlu ditingkatkan mutu pembelajarannya adalah materi yang disajikan dalam bentuk cerita (soal cerita).
Menurut Ahmad (2001: 171) soal cerita (word/story problems) biasanya merupakan soal terapan dari suatu pokok bahasan yang dihubungkan dengan masalah sehari-hari. Untuk menyelesaikan matematika umumnya dan terutama soal cerita, Soedjadi (1992: 65) mengemukakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Membaca soal dengan cermat untuk mengangkap makna tiap kalimat
2. Memisahkan dan mengungkapkan
1. Apa yang diketahui dalam soal
2. Apa yang diminta/ditanyakan dalam soal
3. Operasi/pengerjaan apa yang diperlukan
3. Membuat model matematika dari soal
4. Menyelesaikan model menurut aturan-aturan matematika sehingga mendapatkan jawaban dari model tersebut
5. Mengembalikan jawaban kepada soal asal
Untuk menyelesaikan soal cerita agar aturan-aturan dalam matematika dapat berlaku, maka dari soal dibuat dalam suatu kalimat matematika atau notasi yang merupakan terjemahan atau fakta dari soal cerita.


Untuk Lebih Jelasnya Silahkan
download

Tidak ada komentar:

Posting Komentar