Selasa, 21 Oktober 2008

skripsi alat peraga




1







Oleh CICI HERLINA







BAB I



PENDAHULUAN






  1. Latar
    Belakang




Pendidikan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
setiap manusia karena dengan pendidikan manusia dapat berdaya guna
dan mandiri. Selain itu pula pendidikan sangat penting dalam
pembangunan maka tidak salah jika pemerintah senantiasa mengusahakan
untuk meningkatkan mutu pendidikan baik dari tingkat yang paling
rendah maupun sampai ketingkat perguruan tinggi.



Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan terutama dalam sistem
sekolah di Indonesia mempunyai tujuan memberikan kemampuan dasar
baca, tulis, hitung, pengetahuan dan keterampilan dasar lainnya.
Selain itu pula, di sekolah dasar banyak diperkenalkan dengan
benda-benda konkrit yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari
yang terdesain dalam suatu mata pelajaran pendidikan matematika.



Mata pelajaran matematika adalah salah satu mata pelajaran
yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan dan merupakan
bagian integral dari pendidikan nasional dan tidak kalah
pentingnya bila dibandingkan dengan ilmu pengetahuan lain. Matematika
juga merupakan ilmu dasar atau “basic science”,
yang penerapannya sangat dibutuhkan oleh ilmu pengetahuan
dan



teknologi. Ironisnya matematika dikalangan para pelajar merupakan
mata pelajaran yang kurang disukai, minat mereka terhadap pelajaran
ini rendah sehingga penguasaan siswa terhadap mata pelajaran
matematika menjadi sangat kurang. Masalah ini cukup mengglobal dan
tidak hanya terjadi di Indonesia sebagaimana hasil survey “Education
Testing Service
” pada Universitas Princeton, Amerika
Serikat (dalam Ann Cutler dan Rudolph Mc Shane 1995:X) bahwa
matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang kurang dikuasai
oleh pelajar.



Dalam pembelajaran matematika, terutama di kelas rendah banyak hal
atau faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa dan hal-hal
yang sering menghambat untuk tercapainya tujuan belajar. Karena pada
dasarnya setiap anak tidak sama cara belajarnya, demikian pula dalam
memahami konsep-konsep abstrak. Melalui tingkat belajar yang berbeda
antara satu dengan yang lainnya maka guru yang baik adalah guru yang
mampu mengajar dengan baik, khususnya ada saat menanamkan konsep
baru. Salah satu metode pembelajaran yang diharapkan mampu memberikan
bantuan pemecahan masalah dalam upaya meningkatkan prestasi belajar
siswa adalah dengan menerapkan sistem pembelajaran yang menggunakan
alat peraga khususnya pada bidang studi matematika.



Menurut Wijaya dan Rusyan (1994 : 137) media berperan sebagai
perangsang belajar dan dapat menumbuhkan motivasi belajar sehingga
siswa tidak menjadi bosan dalam meraih tujuan-tujuan belajar.



Hal ini sesuai dengan pendapat seorang psikolog, Hamzah (1981 : 12)
bahwa “seseorang akan memperoleh pengertian yang lebih baik
dari sesuatu yang dilihat dari pada sesuatu yang didengar atau
dibaca”.



Penerapan metode pembelajaran dengan menggunakan alat peraga
khususnya bidang studi matematika didasari kenyataan bahwa pada
bidang studi matematika terdapat banyak pokok bahasan yang memerlukan
alat bantu untuk menjabarkannya, diantaranya pada materi operasi
bilangan bulat dengan pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan. Oleh
sebab itu, pembelajaran dengan menggunakan alat peraga dalam pokok
bahasan tersebut dianggap sangat tepat untuk membantu mempermudah
siswa memahami materinya. Disisi lain suasana belajar akan lebih
hidup, dan komunikasi antara guru dan siswa dapat terjalin dengan
baik. Hal ini diduga pula dapat membantu siswa dalam upaya
meningkatkan prestasi belajarnya pada bidang studi matematika.



Kenyataan yang ada, penggunaan alat peraga di sekolah belum
membudaya, dalam arti tidak semua guru matematika menggunakan alat
peraga dalam mengajar. Hal ini disebabkan belum timbul kesadaran akan
pentingnya penggunaan alat peraga serta pengaruhnya dalam kegiatan
proses belajar mengajar terutama pada pengajaran bilangan bulat.



Berdasarkan hasil observasi di Sekolah Dasar Negeri 3 Katobu,
diperoleh informasi tentang masih kurangnya perhatian dan dorongan
dalam penggunaan alat peraga walaupun alat peraga sebagian sudah
tersedia akan tetapi tidak semua guru menggunakannya. Berkenaan hal
tersebut maka penelitian ini merupakan suatu upaya untuk menguji
efektivitas pengajaran dengan menggunakan alat peraga yang akan
dibandingkan denga pengajaran tanpa menggunakan alat peraga,
khususnya pada pengajaran operasi bilangan bulat.




  1. Rumusan Masalah




Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut:





    1. Bagaimana deskripsi nilai Matematika siswa yang diajarkan dengan
      menggunakan alat peraga pada Operasi Bilangan Bulat di kelas IV SD
      Negeri 3 Katobu ?



    2. Bagaimana deskripsi nilai Matematika siswa yang diajarkan tanpa
      menggunakan alat peraga pada Operasi Bilangan Bulat di kelas IV SD
      Negeri 3 Katobu ?



    3. Apakah pengajaran dengan menggunakan alat peraga lebih efektif jika
      dibandingkan dengan tanpa menggunakan alat peraga pada Operasi
      Bilangan Bulat di kelas IV SD Negeri 3 Katobu ?




  1. Tujuan Penelitian




Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah
:





    1. Untuk mengetahui deskripsi nilai matematika dari siswa-siswa yang
      diajar dengan menggunakan alat peraga pada Operasi Bilangan Bulat
      di kelas IV SD Negeri 3 Katobu.



    2. Untuk mengetahui deskripsi nilai matematika dari siswa yang diajar
      tanpa menggunakan alat peraga pada Operasi Bilangan Bulat di kelas
      IV SD Negeri 3 Katobu.



    3. Untuk mengetahui apakah pengajaran matematika dengan menggunakan
      alat peraga lebih efektif jika dibandingkan dengan tanpa
      menggunakan alat peraga pada Operasi Bilangan Bulat di kelas IV SD
      Negeri 3 Katobu.




  1. Manfaat Penelitian




Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:





    1. Sebagai bahan informasi bagi guru matematika di SD pada umumnya dan
      khususnya guru matematika di SD Negeri 3 Katobu tentang efektivitas
      penggunaan alat peraga pada pengajaran matematika di SD.



    2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang akan meneliti
      hal-hal yang relevan dengan penelitian ini.













BAB II



KAJIAN PUSTAKA







  1. Kajian Teori



    1. Pengertian
      Matematika





Matematika adalah ilmu pengetahuan struktur dan hubungan-hubungannya,
simbol-simbol diperlukan, matematika berkenaan dengan ide-ide abstrak
yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif (Hudoyo,
1988: 3).



Menurut Nasution dalam (Sugiarto, 1990: 8), bahwa matematika
dapat dipandang sebagai suatu ide yang dihasilkan oleh ahli-ahli
matematika dan objek penalarannya dapat berupa benda-benda atau
makhluk, atau dapat dibayangkan dalam alam pikiran kita.



Pengertian lain yang dikemukakan oleh Sutrisman dan Tambuan (1987:
2-3) bahwa matematika adalah pengetahuan tentang kuantitas ruang,
salah satu dari sekian banyak cabang ilmu yang sistematis,
terstruktur dan eksak.



Berdasarkan uraian-uraian di atas tentang pengertian matematika dapat
disimpulkan bahwa matematika adalah merupakan kumpulan ide-ide yang
bersifat abstrak, dengan struktur-struktur deduktif, mempunyai peran
yang penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.





    1. Proses Belajar Mengajar Matematika





Beberapa ahli dalam dunia pendidikan memberikan definisi belajar
secara berbeda, namun pada prinsipnya mempunyai maksud yang sama,
seperti yang dinyatakan oleh Hamalik (1993 : 40) mengemukakan bahwa
belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan dan perubahan dalam diri
siswa yang nyata serta latihan yang kontinu, perubahan dari tidak
tahu menjadi tahu.



Pendapat serupa dikemukakan Hudoyo (1988 : 107) mengemukakan bahwa
belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau
pengetahuan baru sehingga timbul perubahan tingkah laku, misalnya
setelah belajar, seorang mampu mendemonstrasikan dan keterampilan
dimana sebelumnya siswa tidak dapat melakukannya.



Selanjutnya Anwar (1990 : 98) mengemukakan bahwa belajar adalah
setiap perubahan dari setiap tingkah laku yang merupakan
pendewasaaan/pematangan atau yang disebabkan oleh suatu kondisi dari
organisme.



Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
belajar merupakan proses individu siswa dalam interaksinya dengan
lingkungan, sehingga menyebabkan terjadinya proses tingkah laku
sebagai akibat dari pengalaman dan hasil interaksi dengan lingkungan
tersebut.



Dalam proses belajar mengajar matematika, seorang siswa tidak dapat
mengetahui jenjang yang lebih tinggi tanpa melalui dasar atau hal-hal
yang merupakan prasyarat dalam kelanjutan program pengajaran
selanjutnya. Untuk mempelajari matematika dituntut kesiapan siswa
dalam menerima pelajaran, kesiapan yang dimaksud adalah kematangan
intelektual dan pengalaman belajar yang telah dimiliki oleh anak,
sehingga hasil belajar lebih bermakna bagi siswa.



Hudoyo (1988 : 4) berpendapat bahwa “belajar matematika yang
terputus-putus akan mengganggu proses belajar “. Pendapat
serupa dikemukakan Russeffendi (1988 : 25) bahwa belajar matematika
bagi seorang anak merupakan proses yang kontinu sehingga diperlukan
pengetahuan dan pengertian dasar matematika yang baik pada permukaan
belajar untuk belajar selanjutnya.



Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa proses belajar
matematika haruslah diawali dengan mempelajari konsep-konsep yang
lebih mendalam dengan menggunakan konsep-konsep sebelumnya atau
dengan kata lain bahwa proses belajar matematika adalah suatu
rangkaian kegiatan belajar mengajar dalam interaksi hubungan timbal
balik antara siswa dengan guru yang berlangsung dalam lingkungan yang
ada disekitarnya untuk mencapai tujuan tertentu.



Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru yang berlangsung dalam situasi edukatif
dalam mencapai tujuan tertentu. Dalam proses mengajar matematika
terdapat adanya suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan antara
guru yang mengajar dan siswa yang belajar. Seperti diungkapkan Usman
(1995 : 5) bahwa proses mengajar dikatakan sukses apabila anak-anak
dapat mengemukakan apa yang dipelajarinya dengan bebas serta penuh
kepercayaan berbagai situasi dalam hidupnya.



Nasution (1985 : 54) berpendapat bahwa proses mengajar adalah suatu
aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.



Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
proses mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasikan lingkungan
dalam lingkungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran sehingga
menimbulkan terjadinya proses belajar yang menyenangkan pada diri
siswa jadi yang akan menentukan keberhasilan suatu pross mengajar
adalah pengajar itu sendiri.





    1. Pengertian Alat Peraga





Menurut Nasution (1985: 100) “alat peraga adalah alat pembantu
dalam mengajar agar efektif”. Pendapat lain dari pengertian
alat peraga atau Audio-Visual Aids (AVA) adalah media yang
pengajarannya berhubungan dengan indera pendengaran (Suhardi, 1978:
11). Sejalan dengan itu Sumadi (1972: 4) mengemukakan bahwa alat
peraga atau AVA adalah alat untuk memberikan pelajaran atau yang
dapat diamati melalui panca indera.



Alat peraga merupakan salah satu dari media pendidikan adalah alat
untuk membantu proses belajar mengajar agar proses komunikasi dapat
berhasil dengan baik dan efektif. Hal ini sesuai dengan pendapat Amir
Hamzah (1981: 11) bahwa “media pendidikan adalah alat-alat yang
dapat dilihat dan didengar untuk membuat cara berkomunikasi menjadi
efektif”. Sedangkan yang dimaksud dengan alat peraga menurut
Nasution (1985: 95) adalah “alat bantu dalam mengajar lebih
efektif”.



Dari uraian-uraian di atas jelaslah bahwa media atau alat bantu
mengajar adalah merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian
dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar
pada diri siswa.





    1. Peranan Alat Peraga Untuk Pendidikan Sekolah





Menurut kurikulum (Anonim, 1991: 26) peranan alat peraga disebutkan
sebagai berikut: (a) alat peraga dapat membuat pendidikan lebih
efektif dengan jalan meningkatkan semangat belajar siswa, (b) alat
peraga memungkinkan lebih sesuai dengan perorangan, dimana para siswa
belajar dengan banyak kemungkinan sehingga belajar berlangsung sangat
menyenangkan bagi masing-masing individu, (c) alat peraga
memungkinkan belajar lebih cepat segera bersesuaian antara kelas dan
diluar kelas, (d) alat peraga memungkinkan mengajar lebih sistematis
dan teratur.



Teori lain yang mengatakan bahwa alat peraga dalam pengajaran dapat
bermanfaat sebagai berikut: Meletakkan dasar-dasar yang kuat untuk
berpikir sehingga mengurangi verbalisme, Dapat memperbesar perhatian
siswa, meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan
belajar, sehingga belajar akan lebih mantap (Hamalik, 1997: 40).



Dengan melihat peranan alat peraga dalam pengajaran maka pelajaran
matematika pelajaran matematika merupakan pelajaran yang paling
membutuhkan alat peraga, karena pada pelajaran ini siswa berangkat
dari yang abstrak yang akan diterjemahkan kesesuatu yang konkrit.





    1. Penggunaan Alat Peraga Manik-Manik Pada Operasi Bilangan Bulat





Dalam Ensiklopedia Matematika, Operasi diartikan suatu pengerjaan
(Negoro, 2000: 218). Operasi yang dimaksud adalah operasi hitung atau
pengerjaan hitung. Lebih lanjut Russeffendi (1979: 21) mengatakan
bahwa “apabila ada kata operasi hitung atau pengerjaan hitung,
maksudnya sama yaitu salah satu beberapa atau semua dari penjumlahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian serta operasi hitung lainnya”.



Himpunan bilangan bulat disimbolkan dengan Z (Zahlan) yaitu
himpunan bilangan yang dapat dituliskan sebagai berikut:



Z = {…, -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, …}. Jadi
bilangan bulat adalah semua bilangan cacah dengan semua lawan
bilangan asli atau bilangan bulat terdiri dari bilangan bulat
positif, nol dan bilangan bulat negatif.



Dalam matematika dikenal empat operasi hitung dasar yaitu
penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Operasi bilangan
bulat adalah operasi yang dilakukan terhadap bilangan bulat.



Ada beberapa alat peraga yang dapat digunakan untuk menggambarkan
secara konkret proses perhitungan pada bilangan bulat, diantaranya
manik-manik.



Alat peraga manik-manik digunakan untuk memberikan pemahaman tentang
pengerjaan bilangan dengan menggunakan pendekatan konsep himpunan.
Sesuai konsep pada himpunan, kita dapat “Menggabungkan”
atau “memisahkan” dua himpunan yang dalam hal ini
anggotanya berbentuk manik-manik. Bentuk manik-naik ini dapat berupa
bangun setengah lingkaran yang apabila sisi diameternya dihimpitkan
atau digabungkan akan membentuk lingkaran penuh. Bentuk alat ini juga
dapat dimodifikasi ke dalam bentuk-bentuk lain asal sesuai dengan
prinsip kerjanya. Alat ini biasanya terdiri atas dua warna, misalnya
kuning untuk menandakan bilangan negatif dan hijau untuk menandakan
bilangan positif. Dalam alat ini, bilangan nol diperlihatkan oleh dua
buah manik-manik dengan berbeda warna yang dihimpitkan pada sisi
diameternya, sehingga terbentuk lingkaran penuh. Bentuk netral ini
digunakan pada saat melakukan operasi pengurangan a – b dengan
b lebih besar dan a atau b merupakan bilangan negatif.



Dalam konsep himpunan, “Operasi gabung” atau proses
penggabungan dapat diartikan sebagai penjumlahan, dan “Proses
pemisahan” atau “Pengambilan” dapat diartikan
sebagai pengurangan. Berarti kalau kita menggabungkan sejumlah
manik-manik ke dalam kelompok manik-manik lain, maka sama halnya
dengan melakukan penjumlahan.





Sebaliknya kalau kita melakukan proses pemisahan sejumlah manik-manik
keluar dari kelompok manik-manik, maka sama halnya dengan melakukan
“pengurangan” (Muhsetyo, 2002: 7).









Beberapa hal yang harus dijalankan dalam melakukan proses penjumlahan
adalah:




  1. Jika a dan b kedua-duanya merupakan bilangan positif atau bilangan
    negatif, maka gabungan sejumlah manik-manik ke dalam kelompok
    manik-manik lain yang berwarna sama.




Contoh: (-3) + (-5) = …?





    • Tempatkan 3 buah manik-manik yang berwarna kuning (bertanda
      negatif) ke papan









    • Gabungkan atau tambahkan ke dalam papan 5 buah manik-manik yang
      juga berwarna kuning atau bertanda negatif.









    • Setelah proses penggabungan, maka terlihat ada 8 buah manik-manik
      berwarna kuning. Jadi (-3) + (-5) = -8




  1. Jika a bilangan positif dan b bilangan negatif atau sebaliknya, maka
    gabungkan sejumlah manik-manik yang mewakili positif ke dalam
    kelompok manik-manik yang mewakili bilangan negatif. Selanjutnya,
    lakukan proses pemetaan (penghimpitan) antara dua kelompok tersebut.
    Agar ada ang menjadi lingkaran penuh tujuannya adalah untuk mencapai
    sebanyak-banyaknya kelompok manik-manik yang bernilai nol. Biasanya
    setelah proses pemetaan dilakukan akan menyisakan manik-manik dengan
    warna tertentu yang merupakan hasil dari penjumlahannya.




Contoh:



3 + (-5) = …





    • Tempatkan 3 buah manik-manik yang berwarna biru atau bertanda
      positif ke papan









    • Gabungkan atau tambahkan ke dalam papan manik-manik yang berwarna
      kuning 5 buah.









    • Lakukan pemetaan antara manik-manik yang berwarna kuning dan hijau
      atau yang bertanda negatif dan positif sehingga bernilai netral
      lalu keluarkan









    • Dari hasil pemetaan terlihat adanya 3 buah lingkaran penuh dan
      menyisakan 2 buah manik-manik yang berwarna kuning.





Jadi: 3 + (-5) = -2





Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan proses
pengurangan adalah:




  1. Jika a dan b merupakan bilangan positif dan a lebih besar dari b
    maka “pisahkan” secara langsung sejumlah b manik-manik
    keluar dari kelompok manik-manik yang berjumlah a.




Contoh:



5 – 3 = …?





    • Tempatkan 5 buah manik-manik yang berwarna biru atau bertanda
      positif ke papan.









    • Ambil atau pisahkan 3 buah manik-manik keluar dari papan









    • Setelah dikeluarkan maka tersisa 2 buah manik-manik jadi 5 –
      3 = 2








  1. Jika a dan b merupakan bilangan positif dan a lebih kecil dari b
    maka sebelum memisahkan sejumlah b manik-manik yang bilangannya
    lebih besar dari a, terlebih dahulu gabungkan sejumlah manik-manik
    yang bersifat netral ke dalam himpunan manik-manik a, dan banyaknya
    tergantung pada seberapa kurangnya manik-manik yang akan dipisahkan.




Contoh:



3 – 5 = …?





    • Tempatkan 3 buah manik-manik yang berwarna hijau ke papan









    • Akan diambil sebanyak 8 buah manik-manik tetapi hanya ada 3 buah
      karena itu kita menambahkan 2 buah manik-manik yang bernilai netral







Selanjutnya kita dapat mengambil 5 buah manik-manik yang berwarna
hijau sebanyak 5 buah.







    • Dari hasil pengamatan tersebut maka tersisa 2 buah manik-manik yang
      berwarna kuning (bernilai negatif) jadi 3 – 5 = -2








  1. Jika a bilangan positif dan b bilangan negatif maka sebelum
    memisahkan sejumlah b manik-manik yang bernilai negatif terlebih
    dahulu harus menggabungkan sejumlah manik-manik yang bersifat netral
    dan banyaknya tergantung pada besarnya bilangan b.




Contoh:



3 – (-5) =…?





    • Tempatkan 3 buah manik-manik yang berwarna hijau ke papan









    • Seharusnya kita mengambil 5 buah manik-manik berwarna kuning
      (bertanda negatif) tetapi sejumlah manik-manik berwarna kuning
      belum ada, maka kita menambahkan 5 buah manik-manik yang bernilai
      netral sebanyak 5 buah.









    • Selanjutnya kita dapat mengambil 5 buah manik-manik yang berwarna
      kuning tersebut keluar dari papan









    • Dari hasil pengambilan terlihat bahwa tersisa 8 buah manik-manik
      yang berwarna hijau (bertanda positif) jadi 3 – (-5) = 8




  1. Jika a bilangan negatif dan b bilangan positif maka sebelum
    melakukan proses pemisahan sejumlah b manik-manik yang bernilai
    positif dari kumpulan manik-manik yang bernilai negatif terlebih
    dahulu harus menambahkan sejumlah manik-manik yang bersifat netral
    ke dalam kumpulan yang banyaknya tergantung pada besarnya nilai b.




Contoh:



(-3) – 5 = …?





    • Tempatkan 3 buah manik-manik yang berwarna kuning (bertanda
      negatif) ke papan









    • Seharusnya kita mengambil 5 buah manik-manik berwarna hijau
      (bertanda positif) tetapi sejumlah manik-manik yang berwarna hijau
      belum ada maka kita menambahkan 5 buah manik-manik bernilai netral
      sebanyak 5 buah.









    • Selanjutnya kita dapat mengambil 5 buah manik-manik yang bertanda
      positif dari papan









    • Dari hasil pengambilan tersebut di dalam papan sekarang tersisa 8
      buah manik-manik yang berwarna kuning (bertanda negatif)





Jadi (-3) – 5 = -8






  1. Jika a dan b merupakan bilangan negatif dan a lebih besar dari b
    maka sebelum melakukan proses pemisahan sejumlah b manik-manik yang
    bilangannya lebih kecil dari a terlebih dahulu harus dilakukan
    proses penggabungan sejumlah manik-manik yang bersifat netral ke
    dalam kumpulan manik-manik a dan banyaknya tergantung pada seberapa
    kurangnya manik-manik yang akan dipisahkan.




Contoh:



(-3) – (-5) = …?





    • Tempatkan 3 buah manik-manik yang berwarna kuning (bertanda negatif
      di papan









    • Seharusnya kita mengambil di papan sebanyak 5 buah manik-manik
      berwarna kuning tetapi hanya ada 3 buah maka kita menambahkan 2
      buah manik-manik yang bersifat netral













    • Selanjutnya kita dapat mengambil 5 buah manik-manik yang berwarna
      kuning keluar dari papan









    • Dari hasil pengambilan tersebut, di papan sekarang tersisa 2 buah
      manik-manik berwarna hijau (bertanda positif) jadi (-3) –
      (-5) = 2




  1. Jika a dan b merupakan bilangan negatif dan a lebih kecil dari b
    maka pisahkan secara langsung sejumlah b manik-manik keluar dari
    kelompok manik-manik berjumlah a.




Contoh:



(-5) – (-3) = …?





    • Tempatkan 5 buah manik-manik yang berwarna kuning (bertanda
      negatif) ke dalam papan









    • Ambil atau pisahkan 3 buah manik-manik keluar dari papan







Setelah proses pemisahan sekarang sisa manik-manik berjumlah 2 buah
(bertanda negatif) jadi (-5) – (-3) = -2






    1. Pengertian
      Efektivitas





Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana apa
yang telah direncanakan dapat tercapai. Semakin banyak rencana yang
dapat tercapai semakin efektif pula kegiatan tersebut. Dengan kata
lain, efektivitas berarti tingkat keberhasilan untuk menyatakan suatu
proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru
memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan filosofinya. Namun
untuk menyamakan persepsi menurut Usman (1995: 7) sebaiknya
berpedoman pada kurikulum yang berlaku dan telah disempurnakan antara
lain bahwa pengajaran dikatakan berhasil apabila tujuan instruksional
khusus (TIK) tercapai.



Untuk mengetahui tercapainya TIK guru perlu mengadakan tes formatif
setiap selesai menyajikan satu satuan bahasan kepada siswa yang
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai TIK yang
ingin dicapai. Keberhasilan suatu proses belajar dipengaruhi oleh
beberapa faktor salah satunya adalah penggunaan metode mengajar
sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan orientasi belajar siswa
yang ditentukan oleh keefektivan belajar penggunaan suatu
pembelajaran.




  1. Kerangka Berpikir




Proses pembelajaran matematika memerlukan media yang penggunaannya
diintegrasikan dengan tujuan dan isi atau materi pelajaran yang
dimaksudkan untuk mengoptimalkan pencapaian suatu tujuan pengajaran
yang telah ditetapkan. Fungsi media pengajaran atau alat peraga dalam
pembelajaran matematika dimaksudkan agar komunikasi antara guru dan
siswa dalam hal penyampaian pesan, siswa lebih memahami dan mengerti
tentang konsep abstrak matematika yang diinformasikan kepadanya.
Dengan demikian siswa yang diajar lebih mudah memahami materi
pelajaran yang diajarkan.



Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika khususnya pada
pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat merupakan
suatu metode yang membantu mempermudah siswa memahami materi yang
diajarkan. Dengan menggunakan alat peraga siswa dapat mempraktekkan
secara langsung menghitung penjumlahan dan pengurangan bilangan
bulat. Cara ini dapat membantu mempermudah siswa memahami konsep
lebih baik sehingga akan mendorong peningkatan prestasi belajarnya
secara optimal. Sedangkan pembelajaran tanpa menggunakan alat peraga
pada materi yang sama akan menyebabkan siswa mengalami kesulitan
dalam memahaminya. Hal ini disebabkan karena guru hanya memberikan
contoh-contoh yang bersifat abstrak yang ada pada buku atau sekedar
menggambarkan di papan tulis saja sebagai contohnya.




  1. Hasil Penelitian yang Relevan




Pada bagian ini ditemukan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan
penelitian diantaranya:





    1. Tutik Harmini (2002)­ mengemukakan pengajaran dengan
      menggunakan alat peraga lebih efektif jika dibandingkan dengan
      pengajaran tanpa menggunakan alat peraga pada pengajaran Geometri
      di Kelas III SLTP Negeri. 2 Katobu.



    2. Halia P. R (1997) mengemukakan hasil belajar siswa SLTP Negeri I
      Sampara pada pokok bahasan bangun ruang yang diajar dengan
      menggunakan alat peraga lebih baik dari pada yang diajar tanpa
      menggunakan alat peraga.




  1. Hipotesis Penelitian




Hipotesis yang akan di uji kebenarannya dalam penelitian ini:
“Pengajaran Matematika dengan menggunakan alat peraga lebih
efektif bila dibandingkan dengan tidak menggunakan alat peraga pada
Operasi Bilangan Bulat di Kelas IV SD Negeri 3 Katobu”. Secara
statistik dapat dirumuskan sebagai berikut:



H0 : µ1 = µ2 lawan H1
: µ1 > µ2



Keterangan: µ1 = Pengajaran dengan menggunakan alat
peraga



µ2 = Pengajaran tanpa menggunakan alat peraga



BAB III



METODE PENELITIAN






  1. Jenis
    Penelitian




Adapun jenis penelitian adalah penelitian eksperimen dengan
menggunakan alat peraga pada pengajaran operasi bilangan bulat pada
pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas IV SD
Negeri 3 Katobu.




  1. Tempat dan Waktu Penelitian




Penelitian ini dilaksanakan pada SD Negeri 3 Katobu yang
pelaksanaannya dimulai 1 Mei sampai dengan 1 Juni 2006 tahun ajaran
2005/2006




  1. Populasi dan Sampel




Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD Negeri
3 Katobu tahun ajaran 2005/2006 yang terdiri dari 2 kelas yaitu IV A
= 41 orang dan IV B = 47 orang. Karena 2 kelas maka keseluruhan
populasi diambil sampel penelitian. Kedua kelompok siswa ini juga
mempunyai rata-rata kemampuan matematika yang hampir sama. sehingga
penentuan kelas mana yang diajar dengan menggunakan alat peraga dan
tidak menggunakan alat peraga dilakukan secara acak (random
sampling
). Hasilnya adalah kelas IV A sebagai kelas eksperimen
dengan skor rata-rata 6,14 dan kelas IV B sebagai kelas kontrol
dengan skor rata-rata 6,17.




  1. Variabel dan Desain Penelitian




Variabel yang digunakan dalam penelitian ini hanya satu jenis
variabel saja, yaitu variabel X. Variabel ini dibagi menjadi dua sub
variabel yaitu:



X1 = Hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan
alat peraga (kelompok eksperimen)



X2 = Hasil belajar siswa yang diajar tanpa menggunakan
alat peraga (kelompok kontrol)



Adapun desain dalam penelitian ini menggunakan Randomzed Control
Grup Design
. Pemilihan desain tersebut karena penelitian ini
menetapkan dua kelompok yang ditempatkan secara random kemudian
diberikan perlakuan yang berbeda, model dasarnya sebagai berikut:




E X O1







A











K O2




(Ibnu Hajar, 1996:
332)






Keterangan:



A = Acak Penempatan



E = Kelompok Eksperimen



K = Kelompok Kontrol



X = Perlakuan untuk kelompok eksperimen



 = Tanpa Perlakuan



O1 = Prestasi belajar siswa untuk kelas eksperimen



O2 = Prestasi belajar siswa untuk kelas kontrol




  1. Definisi Operasional




Untuk tidak menimbulkan penafsiran dalam penelitian ini maka penulis
merasa perlu untuk menjelaskan istilah-istilah sebagai berikut:





    1. Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauhmana apa
      yang telah direncanakan dapat tercapai. Sedangkan metode mengajar
      lebih efektif apabila rata-rata prestasi belajar siswa setelah
      diajar dengan menggunakan alat peraga yang lebih baik secara
      signifikan dibanding dengan tanpa alat peraga.



    2. Alat peraga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah alat bantu
      pengajaran yang digunakan oleh guru berupa manik-manik.



    3. Operasi bilangan bulat yang dimaksud adalah penjumlahan dan
      pengurangan bilangan bulat.




  1. Instrumen Penelitian




Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dalam bentuk
essay. Tes terdiri 10 item soal tes pokok bahasan penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat. Sebelum tes disusun terlebih dahulu
dibuat kisi – kisi tesnya.



Untuk diuji validitasnya instrumen tes tersebut tidak diuji cobakan
secara empirik tetapi hanya dilihat pengukuran dari segi validitas
logik berdasarkan pertimbangan yaitu dengan melihat validitas isinya.
Pemeriksaan keabsahan instrumen selanjutnya diberikan kepada guru
bidang studi untuk ditelaah. Dari ke 10 butir pertanyaan tersebut
telah memenuhi prasyarat sebagai butir – butir yang
berkualitas.




  1. Teknik Pengumpulan Data




Untuk memperoleh data prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri 3
Katobu yang dilakukan adalah dengan cara pemberian tes prestasi
belajar tentang materi penjumlahan dan pengurangan pada kedua
kelompok setelah perlakuan untuk kedua kelas penelitian.




  1. Teknik Analisis Data




Teknik analisis data yang digunakan dalam pengolahan data penelitian
ini adalah sebagai berikut:






      1. Analisis deskriptif yaitu untuk mendeskripsikan data penelitian
        berupa perolehan skor rata-rata, nilai maksimal, nilai minimum dan
        standar deviasi masing-masing kelompok perlakuan.



      2. Analisis Inferensial dimaksudkan untuk menguji hipotesis
        penelitian yaitu dengan menggunakan uji-t dengan proses sebagai
        berikut:











  1. Uji Normalitas




Dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang diteliti berasal dari
populasi yang berdistribusi normal atau tidak, untuk keperluan ini,
maka statistik yang digunakan adalah statistik chi kuadrat dengan
rumus:



(Sudjana,
1996: 273)



Dimana:



X2hit = Nilai Chi-Kuadrat



Oi = Frekuensi hasil pengamatan ke-i



Ei = Frekuensi harapan ke-i



Kriteria pengujian:



Jika X2hit ≤ X2tab (1-)
(k-3)
maka terima H0 berarti data normal



Jika X2hit > X2tab (1-)
(k-3)
maka tolak H0 berarti data tidak normal



2. Homogenitas Varians



Untuk mengetahui apakah data yang diperoleh mempunyai variansi
populasi yang sama atau tidak. Maka dilakukan uji homogenitas dengan
menggunakan rumus:



(Sudjana,
1996: 250) Kriteria pengujian :



Jika Fhit < dari Ftab ( 1-)(n1-1;
n2-1)
maka variansinya homogen



Jika Fhit < dari Ftab ( 1-)(n1-1;
n2-1)
maka variansinya heterogen



3. Pengujian Hipotesis



Dari hasil analisis data diperoleh bahwa data tersebut homogen maka
digunakan rumus sebagai berikut:





Dengan kriteria pengujiannya terima H0 jika thitung
≤ t(1 - ),
tolak H0 jika thitung > t(1 - )
dengan dk = (n1 + n2 – 2) pada
= 0,05.



Keterangan:



1 = Rata-rata
skor responden kelompok siswa yang diajar dengan menggunakan alat
peraga



2 = Rata-rata
skor responden kelompok siswa yang diajar tanpa menggunakan alat
peraga.



n1 = Jumlah siswa yang diajar dengan menggunakan alat
peraga



n2 = Jumlah siswa yang diajar tanpa menggunakan alat
peraga



S = Standar Deviasi gabungan



(Sudjana,
1992: 239)



Keterangan



S12 = Kuadrat Standar Deviasi pada kelas
eksperimen



S22 = Kuadrat Standar Deviasi pada kelas
kontrol



n1 = Jumlah siswa pada kelas eksperimen



n2 = Jumlah siswa pada kelas kontrol



Jika thit ≤ ttab maka terima H0
jika thit > ttab maka tolak H0
dengan dk = (n1 + n2 – 2) pada
= 0,05.



BAB IV



HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN







  1. Hasil Penelitian



    1. Hasil
      Analisis Deskriptif





Penelitian yang dilaksanakan dalam rangka pengumpulan data dari dua
kelompok yaitu kelompok Eksperimen (X) dan Kontrol (X') dengan jumlah
siswa untuk masing-masing kelompok eksperimen 41 orang dan kelompok
kontrol 47 orang. Hasilnya dapat dideskripsikan sebagai berikut:






      1. Deskripsi Prestasi Belajar Matematika Kelompok Eksperimen






Prestasi belajar matematika siswa yang diberi perlakuan memiliki
nilai rata-rata sebesar 6,69 dengan perolehan skor minimum yakni 3,5
yang dicapai oleh 2 orang siswa dan skor maksimum yakni 9 yang
dicapai oleh 5 orang siswa dan standar deviasi 1,57.






      1. Deskripsi Prestasi Belajar Matematika Kelompok Kontrol






Prestasi belajar matematika siswa yang tidak diberi perlakuan
memiliki nilai rata-rata sebesar 5,49 dengan perolehan skor minimum
yakni 2,5 yang dicapai oleh 3 orang siswa dan skor maksimum yakni 8
yang dicapai oleh 4 orang dan standar deviasi 1,62.





    1. Analisis Inferensial





Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian hipotesis adalah
sebagai berikut:






      1. Uji Normalitas






Pengujian normalitas data hasil belajar matematika siswa diajar
dengan menggunakan alat peraga diperoleh nilai X2hit
= 7,218 < X2tab = 7,81; maka berdasarkan
kriteria pengujian berarti hasil belajar matematika siswa yang diajar
dengan menggunakan alat peraga berdistribusi normal.



Sedangkan pengujian normalitas data hasil belajar matematika siswa
yang diajar tanpa menggunakan alat peraga diperoleh nilai X2hit
= 5,178 < X2tab = 7,81; maka berdasarkan
kriteria pengujian berarti hasil belajar matematika siswa yang diajar
tanpa menggunakan alat peraga berdistribusi normal. Jika X2hit
< X2tab pada taraf signifikan
= 0,05 dan dk = k – 3, maka H0 diterima dan H1
ditolak. Berarti data berdistribusi normal.






      1. Uji Homogenitas Varians






Dari olahan data hasil penelitian di lapangan diperoleh Fhit
= 1,069 dan Ftab = F0,05 = 2,11 karena Fhit
< Ftab atau 1,069 < 2,11 maka H0 diterima
artinya kedua sampel yang diselidiki adalah homogen.





    1. Pengujian Hipotesis





Untuk menguji efektivitas kedua perlakuan yaitu pengajaran dengan
menggunakan alat peraga dan pengajaran tanpa menggunakan alat peraga
digunakan uji-t dengan taraf signifikan
= 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = 86 diperoleh thit =
6,79 dari ttab = 1,66. Hal ini menunjukkan bahwa thit
= 6,79 > ttab = 1,66 sehingga hipotesis nol (H0)
ditolak dari hipotesis penelitian (H1) diterima. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa yang
diajar dengan menggunakan alat peraga lebih baik dari pada siswa yang
diajar tanpa menggunakan alat peraga.




  1. Pembahasan




Berdasarkan hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa prestasi
belajar matematika pada materi penjumlahan dan pengurangan bilangan
bulat siswa kelas IV SD Negeri 3 Katobu yang diajar dengan
menggunakan alat peraga dengan yang diajar tanpa menggunakan alat
peraga memiliki perbedaan yang nyata. Hal ini dapat dilihat dari
perbedaan nilai rata-rata untuk kelompok eksperimen sebesar 6,69
dengan skor minimum 3,5 dan skor maksimum 29. Sedangkan untuk
kelompok kontrol sebesar 5,48 dengan skor minimum 2,5 dan skor
maksimum 8. Namun demikian perbedaan tersebut dikatakan berarti atau
tidak setelah melalui pengujian hipotesis.



Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji-t diperoleh
gambaran tentang hasil prestasi belajar matematika dari kedua
kelompok yang diajar dengan menggunakan alat peraga dan yang diajar
tanpa menggunakan alat peraga bahwa nilai t hitung = 6,79 lebih besar
dari t tabel = 1,66 pada taraf signifikan
= 0,05 dengan derajat kebebasan (dk) = 86. Ini berarti bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan nilai rata-rata prestasi belajar matematika
yang diajar dengan menggunakan alat peraga dan yang diajar tanpa
menggunakan alat peraga pada materi penjumlahan dan pengurangan
bilangan bulat SD Negeri 3 Katobu.



Dari hasil proses belajar mengajar nampak jelas, bahwa prestasi
belajar matematika khususnya pada materi penjumlahan dan pengurangan
bilangan bulat di kelas IV SD Negeri 3 Katobu yang diajar dengan
menggunakan alat peraga lebih tinggi nilai hasil belajarnya
dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajar tanpa menggunakan
alat peraga. Hal ini disebabkan karena penggunaan alat peraga dalam
proses pembelajaran matematika khususnya pada materi-materi tertentu
oleh guru penting terutama dalam membantu mempermudah siswa memahami
materi pelajaran yang diajarkan, siswa lebih mudah mengerti dan
memahami materi secara sistematik dan terarah.



Sedangkan dalam proses belajar mengajar kepada siswa khususnya pada
materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang diajar tanpa
menggunakan alat peraga akan kurang efektif karena siswa mengalami
berbagai masalah dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena materi
ini merupakan salah satu materi yang sukar dipahami karena materinya
abstrak dan tidak menarik.



Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga dalam
pembelajaran materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat sangat
efektif dalam upaya guru membantu memudahkan pemahaman materi
pelajaran sehingga memberikan implikasi terhadap meningkatnya
prestasi belajar siswa yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari
tingkat prestasi belajar siswa yang diajar dengan menggunakan alat
peraga lebih tinggi jika dibandingkan dengan prestasi belajar siswa
yang diajar tanpa menggunakan alat peraga pada siswa kelas IV SD
Negeri 3 Katobu.



BAB V



KESIMPULAN DAN SARAN






  1. Kesimpulan




Berdasarkan analisis deskriptif dan inferensial yang dilakukan
terhadap dua kelompok sampel yaitu kelompok eksperimen yang diajar
dengan menggunakan alat peraga dan kelompok kontrol diajar tanpa
menggunakan alat peraga pada pengajaran operasi bilangan bulat di
kelas IV SD Negeri 3 Katobu Tahun pelajaran 2005/2006 dapat
disimpulkan sebagai berikut:





    1. Siswa-siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga mempunyai
      nilai rata-rata 6,69; dan standar deviasi 1,57 dengan skor minimum
      3,5 dan skor maksimum 9.



    2. Siswa-siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga mempunyai
      rata-rata 5,48 dan standar deviasi 1,62 dengan skor minimum 2,5 dan
      skor maksimum 8.



    3. Pengajaran dengan menggunakan alat peraga lebih efektif jika
      dibandingkan dengan pengajaran tanpa menggunakan alat peraga, hal
      ini ditunjukkan dengan besar thit = 6,79 > ttab
      = 1,66.




  1. Saran




Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengajaran dengan menggunakan alat
peraga lebih efektif jika dibandingkan dengan pengajaran tanpa
menggunakan alat peraga. Oleh karena itu penulis menyarankan bagi
guru-guru matematika SD Negeri 3 Katobu khususnya, serta guru-guru
dan calon guru matematika pada umumnya dalam pengajaran operasi
bilangan bulat sebaiknya menggunakan alat peraga agar guru dapat
mengajar lebih terarah dan sistematis sehingga siswa dapat lebih
cepat memahami materi yang diajarkan.






1 komentar:

  1. Assalamu'alaikum...
    Alhamdulillah.. saya menemukan beberapa pengertian ttg alat peraga dr skripsi mba'.
    makasih banyak ya,mba!skripsi mba'bagus....
    Wassalamu'alaikum...

    BalasHapus