Sabtu, 25 Oktober 2008

Proposal TGT

Oleh M E G A W A T I

Judul : Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournament (TGT) Siswa Kelas VIIA SMP Negeri 3 Ranomeeto

Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada semua jenjang pendidikan sekolah dasar sembilan tahun, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pengajaran sebagai aktivitas operasional pendidikan dilaksanakan oleh tenaga pendidik dalam hal ini guru.

Guru sebagai tenaga pendidik mempunyai tujuan utama dalam kegiatan pembelajaran di sekolah yaitu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, dapat menarik minat dan antusias siswa serta dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan semangat, sebab dengan suasana belajar yang menyenangkan akan berdampak positif dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal. Prestasi belajar siswa merupakan suatu indikasi dari perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengalami proses belajar-mengajar. Dari prestasi inilah dapat dilihat keberhasilan siswa dalam memahami suatu materi pelajaran.

Matematika sebagai suatu mata pelajaran di sekolah dinilai cukup memegang peranan penting, baik pola pikirnya dalam membentuk siswa menjadi berkualitas maupun terapannya dalam kehidupan sehari-hari, karena Matematika merupakan suatu sarana berpikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan sistematis. Oleh sebab itu dianggap penting agar Matematika dapat dikuasai sedini mungkin oleh para siswa.

Kenyataan umum yang dapat dijumpai di sekolah menengah menunjukkan bahwa sebagian besar pengajaran Matematika diberikan secara klasikal melalui metode ceramah tanpa banyak melihat kemungkinan penerapan metode lain yang sesuai dengan jenis materi, bahan dan alat yang tersedia. Akibatnya, siswa kurang berminat untuk mengikuti pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut, membuat siswa merasa bosan dan tidak tertarik mengikuti pelajaran sehingga tidak ada motivasi dari dalam dirinya untuk berusaha memahami apa yang diajarkan oleh guru, yang akan mempengaruhi prestasi belajarnya. Banyak diantara siswa mengikuti pelajaran tidak lebih dari rutinitas untuk mengisi daftar absensi, mencari nilai tanpa diiringi kesadaran untuk menambah wawasan maupun keterampilan. Peristiwa yang sangat menonjol adalah siswa kurang kreatif, kurang terlibat dalam proses pembelajaran, kurang memiliki inisiatif dan konstributif baik secara intelektual maupun secara emosional. Pertanyaan, gagasan dan pendapat dari siswa jarang muncul, kalaupun ada pendapat yang muncul jarang diikuti oleh pendapat lain sebagai respon.

Kenyataan demikian juga terjadi di SMP Negeri 3 Ranomeeto. Pada saat melakukan observasi awal tanggal 10 April 2008 berupa pengamatan langsung di kelas VIIA terlihat bahwa pada saat penyajian materi guru lebih dominan di dalam kelas dengan menerapkan model pembelajaran langsung yang dikombinasikan dengan beberapa metode yaitu ceramah, diskusi, tugas dan tanya jawab. Pada observasi selanjutnya tanggal 16 April 2008 melalui diskusi singkat dengan salah seorang guru Matematika kelas VIIA diperoleh informasi bahwa guru tersebut belum menerapkan metode belajar berkelompok dalam proses pembelajaran. Akan tetapi metode pembelajaran langsung ini tidak secara keseluruhan dapat menarik minat, motivasi dan antusias siswa untuk belajar Matematika. Suasana demikian cenderung membuat siswa diam dan pasif ditempat duduk mendengar dan menerima materi dari guru. Jika mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran, siswa pada umumnya malu dan takut untuk bertanya kepada guru apalagi siswa yang berkemampuan rendah mereka cenderung diam dan enggan dalam mengemukakan pertanyaan atau pendapat.

Peneliti menduga model pembelajaran inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya prestasi belajar Matematika siswa kelas VIIA SMP Negeri 3 Ranomeeto. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata ulangan semester I yang diperoleh dua tahun terakhir yang hanya mencapai 5,06 tahun ajaran 2005/2006 dan 5,2 tahun ajaran 2006/2007. Nilai rata-rata ini jika dibandingkan dengan ketuntasan belajar menurut kurikulum yakni sebesar 6,0 atau 60 % dapat dikatakan bahwa nilai tersebut berada di bawah standar ketuntasan yang diharapkan. Salah seorang guru mata pelajaran Matematika mengemukakan bahwa siswa sering mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pada pokok bahasan bilangan pecahan khususnya siswa sering mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang menyangkut operasi pada bilangan pecahan, sehingga seringkali diadakan pengajaran remedial setelah diadakan kuis atau ulangan blok untuk soal materi bilangan pecahan.

Banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kemampuan dan prestasi belajar siswa dalam suatu proses pembelajaran, salah satunya adalah model pembelajaran yang digunakan oleh guru di kelas. Model pembelajaran yang monoton akan mengurangi motivasi siswa untuk belajar karena siswa merasa jenuh dengan pola pembelajaran yang sama secara terus-menerus. Karena itu guru diharapkan mampu dan mau menggunakan model pembelajaran yang lebih bervariasi yang dapat membangkitkan daya kreatifitas dan motivasi untuk belajar secara mandiri dan bekerja sama dengan siswa yang lain dalam kelompok-kelompok belajar siswa. Oleh sebab itu perlu diterapkan suatu model tertentu dalam pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa secara keseluruhan, memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan potensinya secara maksimal sekaligus mengembangkan aspek kepribadian seperti kerja sama, bertanggungjawab dan disiplin.

Salah satu tipe dalam pembelajaran kooperatif yang dianggap peneliti dapat memotivasi siswa untuk berperan aktif dan juga menyenangkan dalam proses belajar-mengajar adalah model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT). Karena pada model ini siswa menempati posisi sangat dominan dalam proses pembelajaran dimana semua siswa dalam setiap kelompok diharuskan untuk berusaha memahami dan menguasai materi yang sedang diajarkan dan selalu aktif ketika kerja kelompok sehingga saat ditunjuk untuk mempresentasikan jawabannya, mereka dapat menyumbangkan skor bagi kelompoknya.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti berkeinginan untuk mengadakan suatu penelitian tindakan kelas dengan judul ”Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournament (TGT) Kelas VIIA SMP Negeri 3 Ranomeeto”.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah prestasi belajar Matematika siswa kelas VIIA SMP Negeri 3 Ranomeeto pada pokok bahasan bilangan pecahan dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT)?”

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar Matematika siswa kelas VIIA SMP Negeri 3 Ranomeeto pada pokok bahasan bilangan pecahan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT).

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:

Bagi siswa: diharapkan dengan selalu aktif siswa mengikuti pembelajaran Matematika akan berdampak pada meningkatnya prestasi belajar siswa khususnya pada pokok bahasan bilangan pecahan.

Bagi guru: diharapkan melalui hasil penelitian ini guru akan mengetahui model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Selain itu guru dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja dan profesionalnya sebagai guru.

Bagi sekolah: sebagai masukan dalam rangka memperbaiki kegiatan pembelajaran dan prestasi belajar Matematika di sekolah.

Bagi peneliti: agar memiliki pengetahuan yang luas tentang model pembelajaran dan memiliki keterampilan untuk menerapkannya khususnya dalam pembelajaran Matematika.

Kajian Teori

Proses Belajar dan Mengajar Matematika

Proses belajar-mengajar mempunyai makna dan pengertian yang lebih luas daripada pengertian mengajar. Dalam proses belajar-mengajar tersirat adanya satu kesatuan kegiatan yang tak terpisahkan antara siswa yang belajar dan guru yang mengajar.

Usman (2000:5) menyatakan proses merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar-mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (interdependent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Proses belajar-mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar.

Istilah ”belajar” dan ”mengajar” adalah dua peristiwa yang berbeda akan tetapi diantara keduanya terdapat hubungan yang sangat erat. Bahkan antara keduanya terjadi kaitan dan interaksi, saling mempengaruhi dan saling menunjang satu sama lain dalam keberhasilan proses belajar-mengajar.

Slameto (1995:2) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sejalan dengan hal itu, menurut W.H Eurton dalam Usman (1993:4) belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.

Hamalik (2001:30) mengemukakan bahwa bukti dari seseorang yang telah belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku dalam aspek-aspek tertentu seperti pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku akibat dari pengalaman dan latihan yang dapat terjadi melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya yang dilihat dalam bentuk penguasaan dan penilaian terhadap pengetahuan, sikap dan kecakapan.

Usman (1993:6) mendefinisikan mengajar sebagai suatu usaha mengorganisasikan lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik, dan bahan pengajaran sehingga menimbulkan proses belajar pada diri siswa. Selanjutnya Djamarah (1997:45) menyatakan bahwa mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar.

Hamalik (2001:48) mendefinisikan bahwa mengajar merupakan usaha mengorganisasikan lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa, guru berkewajiban menyediakan lingkungan yang segar agar aktivitas belajar menuju ke arah sasaran yang diinginkan. Dengan kata lain, guru juga bertindak selaku organisator belajar siswa sehingga tujuan belajar dapat tercapai secara optimal.

Dari beberapa definisi mengajar di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar merupakan suatu proses, yaitu proses pengorganisasian lingkungan disekitar siswa, agar tercipta lingkungan belajar yang kondusif yang memungkinkan terjadinya proses belajar untuk mencapai tujuan yang optimal.

Berdasarkan pengertian belajar dan mengajar di atas, dapat dikatakan bahwa kegiatan belajar dan mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar merupakan proses perubahan, sedangkan mengajar merupakan proses pengubahan agar perubahan itu terjadi. Proses belajar mengajar untuk mata pelajaran Matematika harus memperhatikan karakteristik Matematika. Sumarno (2002:2) mengemukakan beberapa karakteristik yaitu: materi matematika menekankan penalaran yang bersifat deduktif, materi Matematika bersifat hierarkis dan terstruktur dan dalam mempelajari Matematika dibutuhkan ketekunan, keuletan serta rasa cinta terhadap Matematika. Karena materi Matematika bersifat hierarkis dan terstruktur maka dalam belajar Matematika tidak boleh terputus-putus dan urutan materi harus diperhatikan. Artinya, perlu mendahulukan belajar tentang konsep Matematika yang mempunyai daya bantu terhadap konsep Matematika yang lain. Pemberian simbol penting untuk menjamin adanya komunikasi, dan mampu memberikan keterangan untuk membentuk suatu konsep baru.

Russefendi dalam Simanjuntak (1995:72) berpendapat bahwa agar anak didik memahami dan mengerti akan konsep (struktur) matematika, seyogyanya diajarkan berbagai urutan konsep murni, dilanjutkan dengan konsep rotasi dan diakhiri dengan konsep terapan. Disamping itu untuk dapat mempelajari dengan baik struktur matematika maka representasinya (model) dimulai dengan benda-benda konkret yang beraneka ragam.

Lambas (2004:12) mengemukakan bahwa belajar Matematika bertujuan untuk:

Melatih cara berfikir bernalar dalam menarik kesimpulan.

Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen original, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.

Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan.

Dalam mengajar Matematika, seorang guru Matematika hendaklah berpedoman pada bagaimana mengajar Matematika itu sehingga siswa dapat belajar Matematika dengan baik. Oleh sebab itu seorang guru Matematika dalam mengajar perlu memperhatikan hal-hal berikut: (1) urutan materi pelajaran; (2) memberikan contoh konkret kemudian membimbing siswa itu mencari sendiri; (3) mengarahkan siswa untuk menemukan hubungan antara konsep-konsep Matematika; (4) memberikan contoh-contoh penerapan materi dalam situasi nyata dan (5) memberikan latihan soal-soal.

Prestasi Belajar Matematika

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1990:700) prestasi diartikan sebagai hasil yang telah dicapai (telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Menurut Arifin (1991:3), prestasi berarti hasil usaha. Dalam hubungannya dengan usaha belajar, prestasi berarti hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar pada kurun waktu tertentu. Winkel (1999:102) mengemukakan bahwa prestasi belajar yang dihasilkan oleh siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan/pengalaman dalam bidang keterampilan, nilai dan sikap.

Seorang siswa yang belajar Matematika berarti bahwa siswa tersebut melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan yaitu belajar Matematika dan hasil dari pekerjaan itu disebut prestasi belajar Matematika. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil usaha yang telah dicapai oleh seseorang, setelah melakukan kegiatan belajar dalam kurun waktu tertentu.

Seorang siswa yang telah melakukan kegiatan belajar Matematika, dapat diukur prestasinya setelah melakukan kegiatan belajar tersebut pada kurun waktu tertentu, dengan menggunakan suatu alat evaluasi. Jadi prestasi belajar Matematika merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari Matematika dalam kurun waktu tertentu dan diukur dengan menggunakan alat evaluasi.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournament (TGT)

Ismail (2002:12) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran dan berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dalam kegiatan belajar mengajar.

Ibrahim (2000:8) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok yang menunjukkan siswa memperoleh prestasi belajar yang lebih baik, dibanding model pembelajaran lama.

Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah Teams-Games-Tournament (Wartono, 2004:16). Selanjutnya Wartono, menjelaskan dalam Teams-Games-Tournament atau pertandingan-permainan-tim, siswa memainkan pengacakan kartu dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh poin pada skor tim mereka. Permainan ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud adalah pertanyaan-pertanyan yang relevan dengan materi pelajaran yang dirancang untuk mengetes kemampuan siswa dari penyampaian pelajaran kepada siswa di kelas. Setiap wakil kelompok akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai tersebut. Permainan ini dimainkan pada meja-meja turnamen.

Rachmat (2007:1) menyatakan ada 5 komponen utama dalam TGT yaitu:

Penyajian kelas

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung, ceramah, atau diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok.

Kelompok (team)

Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.

Game

Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.

Turnamen

Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja.

Penghargaan kelompok

Guru mengumumkan kelompok yang terbaik.

Adapun langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat dilihat pada tabel berikut ini:


Untuk Lebih Jelasnya Silahkan
download

Tidak ada komentar:

Posting Komentar