Selasa, 21 Oktober 2008

Proposal Problem Posing

1.

JUDUL : Meningkatkan Prestasi Belajar matematika Siswa Melalui Problem Posing Secara Berkelompok Pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) di Kelas VIII SMPN 2 Kendari.
2.

Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung pada Sumber Daya Manusia (SDM) sedangkan keberhasilan SDM sangat ditentukan oleh pendidikannya. Hal yang menjadi sorotan pada dunia pendidikan dewasa ini adalah rendahnya mutu lulusan pada setiap jenjang pendidikan lebih spesifik pada pelajaran matematika Nurhadi (2004: 6) menjelaskan bahwa Third Matemathich and Science Study (TIMSS), lembaga yang mengukur hasil pendidikan di dunia, melaporkan bahwa kemampuan matematika anak SMP di Indonesia berada di urutan 34 dari 38 negara.

Matematika adalah salah satu mata pelajaran dan merupakan ilmu dasar (basic science) yang penting baik sebagai alat bantu, sebagai pembimbing pola pikir maupun sebagai pembentuk sikap, maka dari itu matematika diharapkan dapat dikuasai oleh siswa di Sekolah. Namun pelajaran matematika selalu dianggap sulit dan ditakuti oleh siswa sehingga sangat berdampak pada rendahnya prestasi belajar siswa. Hal ini juga terjadi di SMPN 2 Kendari.

Berdasarkan observasi awal penelitian pada SMPN 2 Kendari melalui wawancara dengan guru mata pelajaran matematika setempat bahwa penguasaan siswa terhadap materi pelajaran matematika masih tergolong rendah salah satunya pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV). Ini terlihat dengan rata-rata ulangan harian siswa kelas VIII tahun ajaran 2007/2008 pada materi tersebut adalah 40 – 58. Guru tersebut mengungkapkan bahwa siswa masih sulit mengerjakan soal Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) berkaitan dengan soal cerita sehingga siswa tidak dapat menentukan himpunan penyelesaian yang tepat. Selain itu siswa juga masih sulit mengerjakan soal yang sedikit berbeda dengan contoh soal yang diberikan oleh Guru seperti pada penyelesaian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dan menggambar grafik penyelesaian dari persamaan linear tersebut.

Untuk mengatasi masalah tersebut maka peneliti bersama dengan guru mempertimbangkan menerapkan salah satu model pembelajaran yaitu model pembelajaran problem posing dimana dengan model pembelajaran ini siswa akan kreatif (Setiawan, 2004: 16), karena melalui model pembelajaran ini siswa diharapkan akan lebih mendalami pengetahuan dan menyadari pengalaman belajar. Selain itu Rusefendi (dalam Surtini, 2004: 49) mengatakan bahwa upaya membantu siswa memahami soal dapat dilakukan dengan menulis kembali soal tersebut dengan kata-katanya sendiri, menuliskan soal dalam bentuk lain atau dalam bentuk operasional. Kegiatan inilah yang dikenal dengan istilah problem posing. Oleh karena itu melalui pembelajaran problem posing ini siswa diharapkan dapat membuat soal sendiri yang tidak jauh beda dengan soal yang diberikan oleh guru dan dari situasi-situasi yang ada sehingga siswa terbiasa dalam menyelesaikan soal termasuk soal cerita dan diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Beberapa hasil penelitian juga mengemukakan bahwa pembelajaran dengan problem posing lebih berdampak positif terhadap hasil belajar siswa. Salah satu yang dilakukan oleh Yansen (2005: 43) yang menyimpulkan bahwa melalui pembelajaran problem posing maka hasil belajar siswa kelas I3 SMP Negeri 12 Kendari pada pokok bahasan bilangan bulat dapat ditingkatkan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis bersama guru akan mengadakan suatu penelitian dalam bentuk penelitian tindakan kelas yang berjudul “Meningkatkan Prestasi Belajar matematika Siswa Melalui Problem Posing Secara Berkelompok Pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) di Kelas VIII SMPN 2 Kendari”.

3.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “apakah prestasi belajar matematika siswa melalui pembelajaran problem posing secara berkelompok pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) di Kelas VIII SMPN 2 Kendari dapat ditingkatkan?”

4.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka secara operasional tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa melalui pembelajaran problem posing secara berkelompok pada pokok bahasan SPLDV di kelas VIII SMPN 2 Kendari.

5.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.

Bagi siswa: dapat meningkatkan prestasi belajar dan membantu memahami dan menyelesaikan soal matematika
2.

Bagi Guru : dapat sedikit demi sedikit memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran matematika di kelas
3.

Bagi Sekolah : dapat memberikan sumbangan yang baik dalam meningkatkan mutu pendidikan sekolah khususnya dalam belajar matematika
4.

Bagi peneliti : agar memiliki pengetahuan yang luas tentang model pembelajaran dan memiliki keterampilan untuk menerapkannya, khususnya dalam pengajaran matematika.

6.

Kajian Pustaka

1.

Pengertian Belajar

Meningkatkan prestasi siswa sangat tergantung bagaimana proses belajar yang dilakukan oleh siswa yang sedang belajar itu sendiri. Pentingnya proses belajar ini maka banyak ahli psikologi pendidikan yang telah mencurahkan perhatian terhadap masalah belajar. Ini terlihat dengan banyaknya definisi belajar yang berbeda-beda.

Kimble dalam Simanjuntak (1993: 222) menjelaskan belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dengan penguatan dan tidak termasuk perubahan-perubahan karena kematangan, kelelahan atau kerusakan pada susunan syaraf atau dengan kata lain bahwa mengetahui dan memahami sesuatu sehingga terjadi perubahan dalam diri seseorang yang belajar.

Adapun dalam Sudjana (1991: 5) belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam suatu kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktek dan latihan. Hal ini seperti dikemukakan dalam Djamarah (2002: 11) bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan artinya tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku. Sedangkan menurut Slameto (2003: 2) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Dalam uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang dilakukan secara sadar, bersifat permanen sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Jadi hasil dari belajar adalah adanya perubahan tingkah laku.

2.

Proses Belajar Mengajar Matematika

Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal tetapi memiliki makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh sedangkan mengajar adalah kegiatan menyediakan kondisi yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan tingkah laku.

Seperti yang dikemukakan oleh Sudjana dalam Djamarah
(2002: 45) bahwa mengajar pada hakekatnya adalah suatu proses yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar mengajar.

Nasution dalam Syah (2002: 182) mengemukakan bahwa mengajar pada hakekatnya adalah suatu proses yakni proses mengatur, mengorganisasikan lingkungannya sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.

Matematika sendiri berasal dari bahasa latin ‘manhenern’ atau ‘mathema’ yang berarti belajar atau hal yang harus dipelajari, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut ‘wiskunde’ atau ilmu pasti yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Jadi matematika itu memiliki bahasa dan aturan yang terdefinisi dengan baik, penalaran yang jelas dan sistematis, terstruktur yang berkaitan antara konsep yang kuat (Diknas, 2005: 215).

Dari berbagai pendapat tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar matematika merupakan suatu proses belajar yang dilakukan dengan sadar dan terarah dimana individu belajar matematika dengan tujuan untuk melatih cara berfikir dan bernalar serta melatih kemampuan memecahkan masalah

3.

Prestasi Belajar Matematika

Istilah “prestasi” dalam kamus Bahasa Indonesia berarti “hasil yang dicapai”. Jadi prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan usaha belajar.

Prestasi belajar matematika merupakan salah satu ukuran mengenai tingkat keberhasilan siswa setelah mengalami belajar. Proses belajar yang dilakukan oleh siswa akan menghasilkan suatu perubahan atau pemahaman dalam bidang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai. Adanya perubahan tersebut tampak dalam prestasi belajar yang dihasilkan oleh siswa.

Menurut Djamarah (1997: 119) prestasi adalah tingkat keberhasilan dimana seluruh bahan pelajaran yang diberikan dapat dikuasai oleh siswa atau minimal bahan pelajaran diajarkan 60 % telah dikuasai siswa. Prestasi belajar siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam waktu tertentu

Menurut Simanjuntak (1993: 229) bahwa salah satu faktor pendukung berhasil tidaknya pengajaran matematika adalah menguasai teori belajar mengajar matematika. Teori belajar mengajar matematika yang dikuasai para tenaga pendidik akan dapat diterapkan pada peserta didik jika dapat memilih strategi mengajar yang tepat, mengetahui tujuan pendidikan dan pengajaran atau pendekatan serta dapat melihat apakah anak atau peserta didik sudah mempunyai kesiapan atau kemampuan belajar.

Dengan tercapainya tujuan pembelajaran maka dapat dikatakan bahwa guru telah berhasil dalam mengajar. Keberhasilan belajar mengajar tentu saja diketahui setelah diadakan evaluasi dan seperangkat item soal sesuai dengan rumusan beberapa indikator hasil belajar.

Jadi prestasi belajar matematika merupakan hasil belajar siswa dalam suatu proses pembelajaran dengan waktu tertentu. Setiap proses belajar mengajar, keberhasilannya diukur dari sejauh mana hasil belajar yang dicapai siswa, disamping diukur dari segi prosesnya.

4.

Problem Posing

Problem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yaitu dari kata “problem” artinya masalah, soal/persoalan dan kata “pose” yang artinya mengajukan (Echols dan Shadily, 1995: 439 dan 448). Jadi problem posing bisa diartikan sebagai pengajuan soal atau pengajuan masalah. Pengertian ini sendiri seperti yang dikatakan oleh As’ari dalam Yansen (2005: 9) menggunakan istilah pembentukan soal sebagai padanan kata untuk istilah problem posing.

Problem posing dapat juga diartikan membangun atau membentuk masalah (Tim PTM, 2002: 2). Problem posing mempunyai beberapa pengertian. Suryanto dalam Yansen (2005: 9) menjelaskan

1.

Problem posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan soal ulang yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana sehingga soal tersebut dapat diselesaikan.
2.

Problem posing adalah perumusan soal yang berkaitan dengan
syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan.

Setiawan (2004: 17) mengatakan pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua kegiatan yaitu :

1.

Pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau dari pengalaman siswa.
2.

Pembentukan soal dari soal yang sudah ada.

Dari sini kita bisa katakan bahwa problem posing merupakan suatu pembentukan soal atau pengajuan soal yang dilakukan oleh siswa dengan cara membuat soal tidak jauh beda dengan soal yang diberikan oleh guru ataupun dari situasi dan pengalaman siswa itu sendiri.

5.

Problem Posing dan Relevansinya dengan Matematika

Problem posing atau pembentukan soal adalah salah satu cara yang efektif untuk mengembangkan keterampilan siswa guna meningkatkan kemampuan siswa dalam menerapkan konsep matematika. Tim Penelitian Tindakan Matematika (PTM) (2002 : 2) mengatakan bahwa :

1.

Adanya korelasi positif antara kemampuan membentuk soal dan kemampuan membentuk masalah.
2.

Latihan membentuk soal merupakan cara efektif untuk meningkatkan kreatifitas siswa dalam memecahkan suatu masalah.


Adapun masalah dalam matematika diklasifikasikan dalam dua jenis antara lain:

1.

Soal mencari (problem to find) yaitu mencari, menentukan, atau mendapatkan nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal. Objek yang ditanyakan atau dicari (unknown), syarat-syarat yang memenuhi soal (condition) dan data atau informasi yang diberikan merupakan bagian penting atau pokok dari sebuah soal mencari dan harus dipenuhi serta dikenali dengan baik pada saat memecahkan masalah.
2.

Soal membuktikan (problem to prove), yaitu prosedur untuk menentukan apakah suatu pernyataan benar atau tidak benar. Soal membuktikan terdiri atas bagian hipotesis dan kesimpulan. Pembuktian dilakukan dengan membuat atau memproses pernyataan yang logis dari hipotesis menuju kesimpulan (Depdiknas, 2005: 219).

Silver dkk dalam Surtini (2004: 48) mengemukakan bahwa sebenarnya sudah sejak lama para tokoh pendidikan matematika menunjukkan pembentukan soal merupakan bagian penting dalam pengalaman matematis siswa dan menyarankan agar dalam pembelajaran matematika ditekankan kegiatan pembentukan soal. Begitupun yang ditekankan English bahwa pembentukan soal merupakan inti kegiatan matematis dan merupakan komponen penting dalam kurikulum matematika.

Hasil penelitian Silver dan Cai dalam Surtini (2004: 49) menunjukkan bahwa kemampuan pembentukan soal berkorelasi positif dengan kemampuan memecahkan masalah. Dengan demikian kemampuan pembentukan soal sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika di sekolah sebagai usaha meningkatkan hasil pembelajaran matematika dan dapat meningkatkan kemampuan siswa. Dari sini kita peroleh bahwa pembentukan soal penting dalam pelajaran matematika guna meningkatkan prestasi belajar matematika siswa dengan membuat siswa

aktif dan kreatif.

6.

Problem Posing Secara Berkelompok

Pembelajaran dengan problem posing ini menekankan pada pembentukan atau perumusan soal oleh siswa secara berkelompok. Setiap selesai pemberian materi guru memberikan contoh tentang cara pembuatan soal dan memberikan informasi tentang materi pembelajaran dan bagaimana menerapkannya dalam problem posing secara berkelompok.

Keuntungan belajar kelompok dalam Roestiah (2001: 17) adalah:

1.

Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.
2.

Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi
3.

Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai individu serta kebutuhan belajar
4.

Para siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka dan mereka lebih aktif berpartisipasi dalam diskusi.
5.

Dalam memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai dan menghormati pribadi temannya, menghargai pendapat orang lain, hal mana mereka telah saling membantu kelompok dalam usaha mencapai tujuan bersama.
Untuk lebih Jelasnya dapat Di download




2 komentar:

  1. missi.....
    mo mnta tolong ne.....
    bisa g minta file2 skripsi na....
    klu ad yang laen boleh jg, tp yang tindakan kelas aja....
    yang fkip aja. klu ada tolongin y.......

    ne email saya: codet_parozi@yahoo.com

    skali lagi tolong ya......

    maksih,,

    BalasHapus
  2. skali lg tolong y.......

    klu bisa dalam bentuk word....

    BalasHapus